Sebut
saja namanya Kim. Ia dibesarkan dalam keluarga yang membenci agama,
terutama agama Katolik. Kim masih ingat cerita ibunya bahwa ketika
ibunya masih usia anak-anak, ada tradisi memberi penghormatan dengan
membungkukan badan jika ada seorang pendeta yang lewat. Tapi kedua
orangtua ibunya--kakek nenek Kim--tidak pernah mau melakukan itu jika
ada pendeta yang lewat di dekat mereka.
Namun
ibu Kim selalu tertarik dengan agama lain, khususnya agama Islam. Meski
menurut Kim, ketertarikan ibunya bukan karena ia percaya pada Tuhan,
tapi karena ia sedang menghabiskan waktu luangnya dengan komunitas
Muslim asal Maroko.
"Ibu
tidak percaya dengan apapun. Ia hanya senang melibatkan diri dalam
kegiatan sosial bersama komunitas asal Maroko. Mereka melakukan kegiatan
untuk kalangan remajanya, mengelola masjid baru, dan sebagainya," tutur
perempuan asal Inggris itu.
"Ibu
saya sangat mencintai Maroko dan kebudayaannya. Ia sudah empat kali
berkunjung ke negeir itu. Dua bulan sebelum meninggal, ibu masih sempat
berkunjung ke negeri itu.
Kim
juga mengungkapkan, mendiang ibunya orang yang senang belajar. Pada
usia 45 tahun, ibunya masih mengambil kuliah perbandingan agama,
khususnya agama Islam.
"Ibu
juga mengajak kami pindah ke pemukiman yang banyak warga muslimnya.
Karena ibu suka sekali dengan orang-orang Islam," ungkap Kim.
Karena
ibunya bergaul di tengah komunitas Muslim Maroko, Kim yang ketika itu
masih belasan tahun juga punya banyak teman dari kalangan orang Maroko.
Pada usia 18 tahun, Kim menjalin hubungan spesial dengan seorang pemuda
muslim Maroko.
"Dia
tidak terlalu religius, tapi ia banyak bercerita pada saya tentang
agamanya. Itulah awal ketertarikan saya dengan Islam. Saya jadi ingin
tahu lebih banyak tentang Islam," ujar Kim.
Kim
mengaku tidak pernah merasa bahagia menjalani masa remajanya. Ia selalu
merasakan ada sesuatu yang hilang dari jiwanya, dan merasa orang lain
akan senang jika ia tidak ada di dekat mereka.
Keresahan
jiwa Kim kadang diwujudkan dengan tindakan-tindakan yang tidak
menyenangkan. Kadang terlintas dalam pikirannya untuk bunuh diri, tapi
hal itu tak pernah Kim lakukan karena ia masih memikirkan ibunya.
"Jadi
ketika teman dekat saya itu bicara tentang Tuhan dan hal lainnya, saya
mulai berpikir, mungkin meyakini bahwa Tuhan itu ada akan memberi saya
alasan bagi hidup saya," imbuh Kim.
Namun
kekasih Kim itu ternyata bukan seorang muslim yang baik. Ia kerap
bersikap kasar pada Kim, mencuri uang Kim, melecehkan dan mengkhianati
Kim. Meski demikian, Kim mengakui dirinya banyak berubah selama bersama
kekasihnya itu. Kim tidak lagi merokok, tidak lagi minum minuman keras,
tidak lagi makan daging babi dan mulai memperhatikan model pakaiannya.
Ibu
Kim meninggal dunia secara mendadak, yang membuat Kim menyadari bahwa
hidup bisa berakhir kapan saja, oleh sebab itu ia harus berubah.
Setelah
ibunya meninggal, Kim pindah ke apartemen yang lebih murah dan bertemu
dengan beberapa muslimah. Dari teman-teman muslimnya itulah Kim belajar
Islam.
"Saya
mulai mengenakan jilbab, karena saya merasa itulah hal termudah untuk
memulai sebuah perubahan, untuk melindungi diri saya sendiri dan untuk
menunjukkan pada orang lain bahwa saya sudah berubah," ungkap Kim.
Kim
juga mulai mengubah pola hubungannya dengan kekasihnya yang justru tak
banyak membantunya untuk menjalani kehidupan yang islami. Kim dan
kekasihnya malah sering bertengkar hingga Kim terpaksa mengusirnya.
Hubungan mereka pun putus.
Setelah
berpisah dengan kekasihnya, Kim membulatkan tekad itu bersyahadat. Saat
itu tahun 2006. "Saya merasa terbebaskan. Saya mulai belajar salat dan
segala hal yang berhubungan dengan Islam. Saya bergaul dan bertemu
dengan orang-orang baru, dan akhirnya bertemu dengan laki-laki yang
sekarang menjadi suami saya," tutur Kim yang setelah menjadi muslim
menggunakan nama Soraya.
"Saya
merasa lebih kuat sekarang. Saya punya keluarga sendiri dan punya iman
Islam yang membuat saya tetap semangat dan kuat menjalani hidup," tandas
Soraya. (ln/TT)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar