Pages

Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki. Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi. Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baik perlakuan, ia belajar keadilan. Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang & persahabatan, ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan

Rabu, 24 Oktober 2012

Saat Sistem Menjaga Orang

PDF Print E-mail

Dr. Fahmi Amhar
Pernahkah Anda terlambat shalat?  Sering?  Janganlah ya!.  Pernahkah Anda telat check-in pesawat?  Juga janganlah!  Masalahnya telat check-in sering berarti uang hilang, tapi bagaimana kalau shalat sampai telat?
Masalah waktu adalah contoh masalah perorangan yang ternyata bisa dijaga dengan suatu sistem.
Dulu, ketika belum ada jam, atau sudah ada jam tetapi belum ada standarnya, maka termasuk susah untuk menjaga ketepatan suatu acara.  Karena tiap orang punya waktu masing-masing.  Saat manusia mulai menggunakan kereta api jarak jauh, mau tidak mau standar waktu harus dibuat agar waktu keberangkatan atau kedatangan kereta bisa dipastikan.
Para ilmuwan memikirkan agar ada sebuah aturan tentang waktu yang dapat berlaku antara negara, dari soal yang mendasar seperti: sehari dibagi berapa jam, sejam berapa menit, semenit berapa detik, hingga tentang acuan meridian (sekarang di Greenwich), zona waktu, hingga lokasi garis batas tanggal internasional!
Aturan ini kemudian diadopsi dalam berbagai undang-undang di berbagai negeri.  Undang-undang ini adalah contoh sebuah sistem pada level yuridis.  Sebuah negara biasanya mengeluarkan banyak aturan baik dalam bentuk undang-undang atau peraturan di bawahnya.  Karena diwajibkan oleh organisasi berupa negara, maka terjadilah perubahan sistemik.  Mau tidak mau semua dipaksa ikut “sistem” itu.
Sistem pada level yuridis ini sering harus didetilkan lagi dalam suatu sistem pada level teknis.  Misalnya, kapan jam belajar di sekolah mulai, kapan jam buka/tutup toko, kapan kereta berangkat, dsb.
Sistem pada level teknis ini pun sering harus dipaksakan lagi dalam bentuk sistem pada level mekanis, agar subyektifitas manusia bisa diminimkan lagi.  Dibuatlah bel otomatis yang akan berbunyi ketika sekolah akan dimulai, atau lampu yang akan menyala sendiri ketika toko akan buka/tutup, bahkan pintu kereta yang akan menutup sendiri ketika saatnya harus berangkat.  Semua orang yang berada di situ dipaksa oleh sistem agar mereka disiplin.
Kaum Muslim memiliki kontribusi yang luar biasa dalam teknologi sistem pada level mekanis ini.
Teknologi jam dimulai oleh para astronom. Ini karena pengamatan obyek langit sangat tergantung penunjuk waktu yang akurat.  Berbagai jam telah dibuat, namun secara umum terdiri dari tiga prinsip penunjuk waktu: fenomena astronomi (jam matahari), aliran air (jam air), dan fungsi mekanik (komputer analog).  Pada era modern, ditemukan jam quartz dan jam atom.

Jam Astronomi
Penunjuk waktu ini tergantung dari gerak matahari.  Sebuah paku aku melempar bayangannya ke sebuah permukaan lengkung yang berisi garis dan kurva, dan dengan sedikit latihan kita akan dapat membaca tanggal dan jam.  Di beberapa pesantren dan masjid di Indonesia, masih bisa dijumpai jam semacam ini.  Di masa lalu, astronom Muslim bahkan membuatkan jam-jam matahari untuk penghias taman istana-istana di Eropa.
Jam matahari di taman istana Schoenbrunn, Wina
dibuat dengan konsep dari Ibnu As-Syatir
Astrolab saku
Jam astronomi yang lebih portabel (bisa dibawa kemana-mana) adalah astrolab.  Pada abad-10, al-Sufi menuliskan lebih dari 1000 macam penggunaan astrolab, termasuk untuk menghitung waktu shalat dan awal Ramadhan.

Jam Air
Jam air ditulis pertama kali oleh Ibn Khalaf al-Muradi dalam “Kitab Rahasia-Rahasia” pada tahun 1000 M.  Kitab ini disimpan pada Museum of Islamic Art di Doha, Qatar.  Namun banyak desain jam air yang spektakuler dilakukan Al-Jazari (1206 M).  Salah satu di antaranya memiliki tinggi sekitar satu meter dan lebar setengah meter. Jam ini menunjukkan gerakan dari model matahari, bulan dan bintang-bintang.  Inovasinya adalah, sebuah jarum yang ketika melewati puncak perjalanannya akan membuat pintu terbuka setiap jam.  Jam asli al-Jazari ini berhasil direkonstruksi dan dipamerkan di Science Museum London pada tahun 1976.  Selain jam ini al-Jazari juga membuat jam air yang berbentuk gajah.
-      
Jam gajah dari Kitab karangan Al-Jazari pada 1206.  Ia menggunakan regulator aliran, suatu loop tertutup.

Jam Mekanik
Jam mekanik menggunakan prinsip gerak yang dapat diatur perlahan dan teratur, misalnya pegas atau bandul.  Yang menarik, pada tahun 1559, Taqiuddin as-Subkhi, seorang astronom Utsmani saat itu sudah mendesain berbagai jam mekanik yang dilengkapi dengan suatu alarm, misalnya untuk penggerak teleskop, sehingga akan sangat memandu astronom dalam mengamati obyek langit, misalnya yang mendekati meridian.  Dia menulisnya dalam bukunya “Al-Kawākib al-durriyya fī wadh' al-bankāmat al-dawriyya” (The Brightest Stars for the Construction of Mechanical Clocks).
Ada juga jam mekanik yang sudah digabung dengan kalender lunisolar (gabungan bulan dan matahari).  Ini adalah embrio dari komputer analog.  Ibn as-Syatir pada awal abad-14 membuat jam yang menggabungkan penunjuk hari universal dan kompas magnetik untuk menentukan jadwal shalat dalam perjalanan.  Semakin hari jam karya insinyur Muslim semakin teliti.  Abad-15 M, mereka sudah mampu menghasilkan jam yang dapat mengukur sampai detik.  Presisi dalam penunjuk waktu berarti akurasi dalam navigasi, dan ini adalah modal keunggulan dalam jihad fi sabilillah, terutama di lautan.
Tinggal apakah sistem mekanis ini dioperasikan atau tidak, tergantung yang mengendalikan, “man behind the gun”.  Seorang kepala sekolah dapat saja dengan suatu alasan menonaktifkan bel sekolah otomatisnya.  Demikian juga dengan pemilik toko atau masinis kereta.  Dampaknya tentu saja juga sistemik, meskipun lokal.  Ini adalah sistem pada level praktis (pelaksana).  Sistem pada level ini biasanya paling mudah diubah, begitu ganti orang, sistem bisa dengan cepat ikut diganti.
Namun di atas sistem pada level juridis, itu sebenarnya ada sistem pada level politis.  Kenapa khilafah pada tahun 1884 ikut hadir dan menyetujui Konferensi Meridian yang mengadopsi Greenwich sebagai acuan?  Ini tidak lepas dari pribadi Sultan Abdul Hamid II yang memiliki pemahaman yang tajam, bahwa Konvensi itu hanya kesepakatan tentang aturan teknis, bukan soal syar’i.  Demikian juga mengapa kaum Muslimin belajar membuat berbagai jenis jam dari bangsa Yunani, Persia atau Cina, juga tak lepas sistem politis khilafah yang mendorong kaum Muslimin untuk mencuri teknologi dari manapun.  Sistem politis yang tepat akan menjaga agar teknologi tetap dikembangkan dan digunakan secara syar’i.
Ketika sistem pada level politis membusuk, maka berbagai level sistem di bawahnya ikut membusuk.  Undang-undang tidak dimutakhirkan, atau dimutakhirkan tetapi malah jadi tidak syar’i, akibatnya aturan teknisnya juga tidak punya payung yang tepat.  Selanjutnya mau dibuat mekanis juga malah menzalimi orang.  Dan sudah dapat dipastikan, pelaksananya akan bimbang.  Pada kondisi ini, maka sistem harus diganti.  Tetapi kita wajib tahu, pada level mana masalah yang dihadapi, agar penggantian sistem ini dapat dilakukan dengan tepat dan cepat.
Sistem pada level politis kadang-kadang sangat kompleks, karena tak hanya menyangkut perkara di dalam negeri tetapi juga luar negeri, tidak hanya soal pejabat negara namun juga pandangan hidup rakyat yang membelanya.  Kalau harus sudah pada tataran ini yang harus diubah, maka kita bicara sistem pada level ideologis.
Dalam sejarah panjang khilafah, perubahan-perubahan yang ada baru sampai ke sistem level politis.  Perubahan sistem secara ideologis hanya terjadi sekali ketika khilafah dibubarkan oleh Mustafa Kamal pada tahun 1924.

Teknologi Mudik Negara Khilafah


PDF Print E-mail
Tentara Utsmani membangun rel Istanbul - Makkah
Oleh: Dr. Fahmi Amhar Mediaumat.com. Masalah transportasi seputar ritual mudik lebaran yang terjadi setiap tahun, semakin hari semakin kronis.  Kalau sepuluh tahun yang lalu, perjalanan Jakarta-Cirebon selama arus mudik dapat ditempuh dalam 16 jam, kini sudah hampir 24 jam.  Mulai tahun ini, pihak kereta api tidak lagi menyediakan tiket tanpa kursi.  Sementara angkutan bus, kapal maupun pesawat juga tidak meningkat signifikan.  Akibatnya, makin banyak orang mudik dengan mengendarai sepeda motor, meski moda ini sebenarnya sama sekali tidak layak untuk jarak di atas 2 jam.  Namun penggunaan motor juga dipicu oleh kenyataan bahwa di kota tujuan, banyak angkutan umum yang sudah tidak berfungsi, seiring dengan makin mudahnya orang mendapatkan sepeda motor dengan cara kredit.  Akibatnya dapat ditebak: angka kecelakaan sepeda motor selama mudik meroket!
Bagaimana dulu negara khilafah mengatur arus mudik?  Adakah teknologi mudik saat itu?
Persoalan transportasi sepertinya lebih banyak persoalan teknis, dan di zaman dulu teknologinya masih amat berbeda.  Jumlah penduduk saat itu juga masih relatif sedikit, sehingga problema kemacetan yang parah seperti saat ini mungkin belum pernah ada.
Tetapi, bagi seorang Muslim pejuang syariah, pertanyaan apapun justru melecutnya untuk lebih mendalami syariat Islam beserta realitas empiris yang ada.  Maka dalam persoalan infrastruktur mudik (transportasi), kita akan mendapati setidaknya tiga prinsip:
Pertama, prinsip bahwa pembangunan infrastruktur adalah tanggung jawab negara, bukan cuma karena sifatnya yang menjadi tempat lalu lalang manusia, tetapi juga terlalu mahal dan rumit untuk diserahkan ke investor swasta.  Di Jakarta, karena inginnya diserahkan ke swasta, pembangunan monorel jadi tidak pernah terlaksana.
Kedua, prinsip bahwa perencanaan wilayah yang baik akan mengurangi kebutuhan transportasi.  Ketika Baghdad dibangun sebagai ibu kota, setiap bagian kota direncanakan hanya untuk jumlah penduduk tertentu, dan di situ dibangunkan masjid, sekolah, perpustakaan, taman, industri gandum, area komersial, tempat singgah bagi musafir, hingga pemandian umum yang terpisah antara laki-laki dan perempuan.  Bahkan pemakaman umum dan tempat pengolahan sampah juga tidak ketinggalan.  Sebagian besar warga tak perlu menempuh perjalanan jauh untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya serta untuk menuntut ilmu atau bekerja, karena semua dalam jangkauan perjalanan kaki yang wajar, dan semua memiliki kualitas yang standar.
Ketiga, negara membangun infrastruktur publik dengan standar teknologi terakhir yang dimiliki.  Teknologi yang ada termasuk teknologi navigasi, telekomunikasi, fisik jalan hingga alat transportasinya itu sendiri.
Navigasi mutlak diperlukan agar perjalanan menjadi aman, tidak tersesat, dan bila ada masalah, dapat ditolong oleh patroli khilafah.  Untuk itulah kaum Muslimin belajar astronomi dan teknik membuat kompas sampai ke Cina, dan mengembangkan ilmu pemetaan dari astronomi yang teliti.  Ratusan geografer menjelajah seluruh penjuru dunia dan membuat reportase negeri-negeri yang unik.  Hasilnya, perjalanan haji maupun dagang baik di darat maupun di lautan menjadi semakin aman.
Telekomunikasi dalam wujud yang sederhana juga makin berkembang.  Pesan yang dikirim lewat merpati pos, atau sinyal cahaya atau asap dari pos-pos patroli semakin canggih.  Para matematikawan bekerja keras membuat kode yang makin efisien dan aman dari penyadapan.
Teknologi & manajemen fisik jalan juga tidak ketinggalan.  Sejak tahun 950, jalan-jalan di Cordoba sudah diperkeras, secara teratur dibersihkan dari kotoran, dan malamnya diterangi lampu minyak.  Baru dua ratus tahun kemudian, yakni 1185, baru Paris yang memutuskan sebagai kota pertama Eropa yang meniru Cordoba.
Sedang untuk kendaraannya sendiri, sesuai teknologi saat itu, kaum Muslimin telah memuliakan jenis kuda dan unta yang makin kuat menempuh perjalanan.  Untuk di laut mereka juga banyak mengembangkan teknologi kapal. Tipe kapal yang ada mulai dari perahu cadik kecil hingga kapal dagang berkapasitas di atas 1.000 ton dan kapal perang untuk 1.500 orang.  Pada abad 10 M, al-Muqaddasi mendaftar nama beberapa lusin kapal, ditambah dengan jenis-jenis yang digunakan pada abad-abad sesudahnya.
Bahkan untuk transportasi udarapun ilmuwan Muslim sudah memikirkan.  Abbas Ibnu Firnas (810-887 M) dari Spanyol melakukan serangkaian percobaan untuk terbang, seribu tahun lebih awal dari Wright bersaudara, sampai Sejarawan Phillip K. Hitti menulis dalam History of the Arabs, "Ibn Firnas was the first man in history to make a scientific attempt at flying."
Yang menarik, hingga abad 19 Khilafah Utsmaniyah masih konsisten mengembangkan infrastruktur transportasi ini.  Saat kereta api ditemukan di Jerman, segera ada keputusan Khalifah untuk membangun jalur kereta api dengan tujuan utama memperlancar perjalanan haji.  Musim haji adalah musim ritual terbesar pergerakan manusia, baik yang untuk pergi haji ke Makkah maupun mudik ke kampung halaman.  Di negeri-negeri timur tengah, libur saat lebaran haji lebih lama dan lebih meriah dari Idul Fitri (karena ada hari Tasyrik).  Karena itu situasi mudik terjadi pada musim ini.
Tahun 1900 M Sultan Abdul Hamid II mencanangkan proyek “Hejaz Railway”.  Jalur kereta ini terbentang dari Istanbul ibu kota khilafah hingga Makkah, melewati Damaskus, Jerusalem dan Madinah.  Di Damaskus jalur ini terhubung dengan “Baghdad Railway”, yang rencananya akan terus ke timur menghubungkan seluruh negeri Islam lainnya.  Proyek ini diumumkan ke seluruh dunia Islam, dan umat berduyun-duyun berwakaf.  Kalau ini selesai, pergerakan pasukan khilafah untuk mempertahankan berbagai negeri Islam yang terancam penjajah juga sangat menghemat waktu.  Dari Istanbul ke Makkah yang semula 40 hari perjalanan tinggal menjadi 5 hari!
Rel kereta ini mencapai Madinah pada 1 September 1908.  Pada 1913, stasiun “Hejaz Train” di Damaskus telah dibuka dengan perjalanan perdana ke Madinah sepanjang 1300 Km.  Namun penguasa Arab yang saat itu sudah memberontak terhadap khilafah karena provokasi Inggris melihat keberadaan jalur kereta ini sebagai ancaman.  Maka jalur ini sering disabotase, dan pasukan Khilafah tidak benar-benar sanggup menjaga keamanannya.
Perang Dunia I mengakhiri semuanya.  Tak cuma khilafah yang bubar, jalur kereta itupun juga berakhir.  Kini KA itu tinggal beroperasi sampai perbatasan Jordania – Saudi.
Untuk mengatasi arus mudik, Daulah Khilafah sudah memberi contoh lebih dari seabad yang lalu.  Apakah kita memang malas belajar?[]

Ilmu & Teknologi Maritim untuk Khilafah

PDF Print E-mail
Oleh: Prof. Dr. Fahmi Amhar
Seperti apa ilmu dan teknologi maritim kalau dunia Islam bersatu dalam Negara Khilafah?
Allah mengaruniai umat Islam dengan negeri yang sangat luas, terbentang dari tepi Samudera Atlantik dengan tepi Samudera Pasifik.  Di dalamnya ada padang pasir, pegunungan bersalju, tetapi juga hutan tropis dan pulau-pulau yang berserak laksana zamrud katulistiwa, dan semuanya di jalur strategis perdagangan dunia.
Dua negeri dengan pulau terbanyak di dunia adalah Indonesia dan Filipina.  Indonesia adalah negeri dengan penduduk Muslim terbesar di dunia.  Filipina sebelum didatangi bangsa Barat adalah juga sebuah kesultanan Islam.  Karena itu sangat relevan bila kita bertanya-tanya, seperti apa dulu ilmu dan teknologi maritim negara Khilafah, dan seperti apa nantinya bila Khilafah berhasil tegak kembali.
Adalah Umar bin Khattab yang pertama kali membangun armada angkatan laut Muslim untuk menghadapi Romawi.  Romawi memiliki jajahan-jajahan di seberang lautan seperti Afrika Utara dan Timur Tengah.  Mencapai negeri-negeri itu lewat darat sangat tidak efisien.  Karena itu, untuk mematahkan Romawi, kaum Muslim harus membangun angkatan laut.  Thariq bin Ziyad menaklukkan Spanyol dengan armada laut, walaupun dia lalu membakar semua kapalnya agar pasukannya berketetapan hati terus berjihad.
Suatu angkatan laut terbangun dari beberapa bagian.  Ada pelaut yang mengoperasikan kapal.  Ada marinir yang akan diturunkan dari kapal untuk masuk ke daratan dan bertempur menaklukkan sebuah wilayah.  Ada navigator yang memberi orientasi di mana posisi kapal berada dan ke mana mereka harus menuju.  Ada petugas isyarat yang melakukan komunikasi ke segala pihak yang dianggap perlu baik di laut maupun di darat.  Ada teknisi mekanik yang menjaga agar kapal tetap berfungsi.  Ada bagian logistik yang menjamin bahwa kapal tetap memiliki kemampuan dayung atau layar yang cukup.  Kalau sekarang berarti pasokan bahan bakar, makanan dan air tawar.  Dan ada bagian administrasi yang menjaga agar seluruh perbekalan di laut tertata dan digunakan optimal.  Seluruh hal di atas telah dan tetap dipelajari di semua akademi angkatan laut dari zaman Romawi hingga kini.
Ketika angkatan laut Muslim pertama dibangun, modal pertamanya jelas keimanan.  Mereka termotivasi oleh berbagai seruan Alquran ataupun hadits Rasulullah, bahwa kaum Muslim adalah umat yang terbaik dan bahwa sebaik-baik pasukan adalah yang masuk Konstantinopel atau Roma.  Motivasi mabda’i ini yang menjaga semangat mereka mempelajari dan mengembangkan berbagai teknologi yang dibutuhkan.  Maka sebagian kaum Muslim pergi ke Mesir untuk belajar astronomi.  Mereka mengkaji kitab Almagest karangan Ptolomeus agar dapat mengetahui posisi lintang bujur suatu tempat hanya dengan membaca jam dan mengukur sudut tinggi matahari, bulan atau bintang.  Ada juga yang pergi ke Cina untuk belajar membuat kompas.  Sebagian lagi mempelajari buku-buku Euclides sang geografer Yunani untuk dapat menggambar peta.  Jadilah mereka orang-orang yang dapat menentukan posisi dan arah di lautan.
Kemudian pembuatan kapal menjadi industri besar di negeri-negeri Islam, baik dalam konstruksi kapal dagang maupun kapal perang.  Selain galangan kapal utama, terdapat galangan-galangan pribadi di pinggir sungai-sungai besar dan di sepanjang pantai di daerah Teluk dan Laut Merah.  Tipe kapal yang ada mulai dari perahu cadik yang kecil hingga kapal dagang besar dengan kapasitas lebih dari 1.000 ton dan kapal perang yang mampu menampung 1.500 orang.  Menulis pada abad-4 H (abad 10M), al-Muqaddasi mendaftar nama beberapa lusin kapal, ditambah dengan jenis-jenis yang digunakan pada abad sesudahnya.  Dan sumber-sumber Cina menunjukkan bahwa kapal yang dipakai Cheng-Ho, seorang laksamana Muslim abad 15 sudah jauh lebih besar daripada yang dipakai Columbus menemukan benua Amerika.

Perbandingan kapal Cheng-Ho – laksamana Muslim di China, dengan kapal Colombus.
Semua kapal Muslim mencerminkan karakteristik tertentu.  Kapal dagang biasanya berupa kapal layar dengan rentangan yang lebar relatif terhadap anjangnya untuk memberi ruang penyimpanan (cargo) yang lapang.  Kapal perang agak lebih ramping dan menggunakan dayung atau layar, tergantung fungsinya.  Semua kapal dan perahu itu dibangun dengan bentuk papan luar rata (carvel-built), yaitu kayu-kayu diikatkan satu sama lain pada sisi-sisinya, tidak saling menindih sebagaimana lazimnya kapal dengan bangun berkampuh (clinker-built) di Eropa Utara.  Kemudian kayu-kayu itu didempul dengan aspal atau ter.  Tali untuk menambatkan kapal dan tali jangkar terbuat dari bahan rami, sedangkan salah satu pembeda dari kapal-kapal Muslim adalah layar lateen yang dipasangkan pada sebuah tiang berat dan digantung dengan membentuk sudut terhadap tiang kapal.  Layar lateen tidak mudah ditangani, tetapi jika telah dikuasai dengan baik, layar ini memungkinkan kapal berlayar lebih lincah daripada layar persegi.  Dengan demikian kapal Muslim tidak terlalu banyak mensyaratkan rute memutar saat menghindari karang atau badai, sehingga total perjalanan lebih singkat.
Begitu banyaknya kapal perang yang dibangun kaum Muslim di Laut Tengah, sehingga kata Arab untuk galangan kapal, dar al-sina’a, menjadi kosa kata bahasa Eropa, arsenal.  Perhatian para penguasa Muslim atas teknologi kelautan juga sangat tinggi.  Sebagai contoh, Sultan Salahuddin al Ayubi (1170 M) membuat elemen-elemen kapal di galangan kapal Mesir, lalu membawanya dengan onta ke pantai Syria untuk dirakit.  Dermaga perakitan kapal ini terus beroperasi untuk memasok kapal-kapal dalam pertempuran melawan pasukan Salib.  Sultan Muhammad al-Fatih menggunakan kapal yang diluncurkan melalui bukit saat menaklukkan Konstantinopel.

Peta rute expedisi geografi Ibnu Battutah dalam mengumpulkan informasi dunia
Teknologi ini ditunjang ilmu bumi dari para geografer dan penjelajah.  Geografer terkenal seperti Al-Idrisi, Al-Biruni dan Ibnu Batutah menyediakan peta-peta yang lengkap dengan deskripsi geografis hasil ekspedisi yang beraneka ragam.  Mereka juga menyediakan pengetahuan baik yang bersifat fisik seperti meteorologi dan oseanografi, maupun yang sosial seperti etnologi, yang sangat berguna untuk berkomunikasi dengan suku-suku asing yang tersebar di berbagai pulau terpencil.  Para arsitek seperti Mimar Sinan membangun mercu-mercu suar yang lebih kokoh, dan Banu Musa menyediakan lampu-lampu suar yang tahan angin, sehingga secara keseluruhan dunia pelayaran di negeri Islam menjadi lebih aman.
Di sisi lain, para pujangga menulis kisah-kisah para pelaut dengan menawan, seperti hikayat Sinbad yang populer di masyarakat.  Di luar sisi-sisi magis yang sesungguhnya hanya bumbu cerita, kisah itu mampu menggambarkan kehidupan pelaut secara nyatal sehingga menarik jutaan pemuda untuk terjun ke dalam berbagai profesi maritim.
Tanpa ilmu dan teknologi kelautan yang handal, mustahil daulah Islam yang sangat luas itu mampu terhubungkan secara efektif, mampu berbagi sumber dayanya secara adil, dan terus memperluas cakupan pengaruhnya ke seluruh penjuru dunia, termasuk hingga ke Nusantara.  Dengan teknologi kelautan, negara Khilafah mampu bertahan beberapa abad sebagai negara adidaya.

Indonesia Semakin Tidak Toleran Terhadap Keberagaman: Bentuk Polarisasi dan Stigma Negatif oleh Kaum Liberal terhadap Umat Islam



Dr. Alimuddin Yasir Ibrahim – Lajnah Siyasiyah DPP HTI


http://stat.ks.kidsklik.com/statics/files/2012/05/1338325823565812894_300x300.jpgPolemik survei yang dilakukan oleh LSI bahwa Indonesia tidak toleran dalam keberagaman dan hampir setiap tahun melaunching survei bahwa Indonesia intoleran terhadap keberagaman dengan asumsi setiap tahun meningkat. Lingkar Survei Indonesia Community merilis hasil survei ini di Jakarta, Minggu, 21 Oktober 2012; mengungkap banyaknya masyarakat yang intoleran terhadap keberagaman. Sikap intoleran ditunjukkan dengan ketidaknyamanan terhadap perbedaan agama, juga perbedaan orientasi seksual. Aktivis dari Lingkar Survey Indonesia Community, Ardian Sopa mengatakan, semakin rendah tingkat pendidikan orang Indonesia maka ia akan cenderung mempunyai sikap toleransi yang rendah. Sedangkan yang memiliki pendidikan tinggi terungkap akan lebih toleran. Data survei ini diambil dalam jangka waktu 1-8 oktober 2012 dengan jumlah responden sebanyak 1200. Survei diambil dengan menggunakan metode wawancara melalui tatap muka, dan margin of error sekitar plus minus 2,9 persen. Dari survei tersebut penduduk dengan pendidikan SMA ke bawah tidak merasa nyaman bertetangga dengan orang yang berbeda agama sebesar 67,8 persen, dengan aliran Syiah sebesar 61,2 persen, dengan penganut Ahmadiyah sebesar 63,1 persen, dan dengan homoseksual sebesar 65,1 persen. Tapi angka intoleransi terbesar adalah terhadap komunitas LGBT (Lesbian, Gay, Bisexual, dan Transgender). Yang paling tinggi, terhadap homoseksual yang mencapai 80,6 persen. Sedangkan mereka yang berpendidikan tinggi atau minimal pernah kuliah angkanya di bawah 35 persen untuk tiap kategori. Angka ini tidak jauh berbeda jika dikaitkan dengan tingkat penghasilan responden. Tercatat responden dengan penghasilan di bawah 2 juta, angka penolakan terhadap mempunyai tetangga yang berbeda agama sebesar 63,4 persen, penganut Syiah sebesar 57,8 persen, penganut Ahmadiyah sebesar 61,2 persen, dan homoseksual sebesar 59,1 persen. Sementara itu Direktur Yayasan Denny JA, Novriantoni Kahar, menambahkan berdasarkan data dari Wahid Institute jumlah kekerasan atas nama agama juga semakin meningkat dari tahun 2010 ke 2011 dari 62 menjadi 92 kasus.  Mayoritas reponden bahkan lebih dari 50 persen mengaku tidak puas mengenai kinerja presiden, politisi dan polisi dalam memberikan perlindungan keamanan dan hak azasi masyarakat. (http://fokus.news.viva.co.id/news/read/361146-masyarakat-indonesia-makin-tidak-toleran-)
Ada beberapa catatan kritis tentang isu intoleransi umat Islam yang disimpulkan dari hasil survey tersebut.  Diantaranya, pertama, adalah metode jumlah responden 1200 sampel masih sedikit bila ingin mewakili warga Indonesia dengan metode kuantitatif. Waktu sangat singkat 1-8 Oktober 2012 seharusnya dilakukan setiap bulan dalam satu tahun agar validitas sampel bisa dipertanggungjawabkan sebab tingkat keberpihakan masyarakat relatif.
Kedua, tingkatan pendidikan rendah dan pendapatan rendah masyarakat ini juga tidak bisa secara mutlak dijadikan dasar. Sebab ada juga lembaga survei lain yang melakukan riset dan mendapat hasil temuan sebaliknya bahwa tingkat pendidikan tidak mempengaruhi intolaransi secara kualitatif. Misalnya survey yang dilakukan oleh lembaga survei CSIS yang membuktikan bahwa sikap toleransi dan intoleransi dalam beragama tidak berkaitan dengan latar belakang pendidikan. Sebab, survei CSIS tahun 2012 menyatakan masyarakat dengan pendidikan di atas SMA, hanya sekitar 38,1 persen yang menyatakan setuju pembangunan rumah ibadah di lingkungannya. Sehingga pendidikan tinggi tak menjamin seseorang akan bersikap toleran dalam pembangunan rumah ibadah.

Ketiga, survey yang dilakukan oleh LSI mengukur preferensi responden tentang apakah merasa nyaman bertetangga dengan orang yang berbeda agama, orang Ahmadiyah dan pelaku LGBT.  Kesimpulan bahwa intoleransi di Indonesia meningkat, lebih bisa dianggap sebagai opini dengan memanfaatkan temuan survey.  Padahal tentu beda antara merasa tidak nyaman dengan sikap intoleran.  Orang yang merasa tidak nyaman tidak otomatis ia bersikap tidak toleran. Merasa tidak nyaman bukan berarti akan mengusir, mengasari atau melakukan kekerasan.
Penarikan kesimpulan apapun selalu dipengaruhi oleh ide atau pemikiran yang diusung oleh penarik kesimpulan.  Kesimpulan dari survey diatas lebih bisa dianggap sebagai opini agar umat Islam menerima Ahmadiyah dan perilaku LGBT. Sebab kesimpulan itu sama saja menyatakan yang disebut toleran itu jika menerima Syiah, Ahmadiyah dan perilaku LGBT.  Di saat yang sama, kesimpulan itu menjadi opini yang memberikan stigma negatif kepada umat Islam sebagai masyarakat yang tidak toleran.  Di sisi lain, saat ini masyarakat muslim justru menjadi korban intoleransi di tengah masyarakat yang mayoritasnya non muslim seperti di Eropa, Amerika, India, Myanmar, dll.  Dalam konteks itu, kesimpulan survey di atas bisa dipakai mengecilkan intoleransi yang diderita kaum muslimin itu.  Orang bisa mengatakan, “lihat saja tuh masyarakat muslim terbesar di dunia saja juga makin tidak toleran.”
Keempat, berdasarkan analisis fakta beberapa kejadian di Propinsi Indonesia justru umat Islam di Indonesia tidak jarang menjadi korban intoleransi: Di Kalimantan Tengah Sekretaris Umum MUI Provinsi Kalimantan Tengah H Syamsuri Yusuf menyatakan intoleransi terjadi di kantor-kantor instansi pemerintah. Di kantor-kantor instansi pemerintah masih ada yang menolak keberadaan atau pembangunan mushola. Di NTT nasib serupa dialami pula oleh minoritas Muslim di NTT. Di Kupang, misalnya, sejak tahun 1990 sampai 2008, pembangunan tempat ibadah untuk warga minoritas Muslim di Kelurahan Batu Plat Kecamatan Alak selalu dihalangi. Di Papua umat Islam warga Perumahan Organda, Padang Bulan, Abepura, Jayapura, Papua. Setelah perjuangan yang panjang dan alot akhirnya mereka mengantongi izin untuk membangun. Warga muslim Organda yang berjumlah 60 KK ini pada 2007 akhirnya dapat membangun masjid. Sejak masjid dibangun hingga sekarang teror pelemparan batu terus dilakukan oleh mereka yang  tidak suka dengan pembangunan tempat ibadah bagi umat Islam ini. Pelemparan itu kadang terjadi saat azan dikumandangkan atau saat pelaksanaan shalat kadang berturut-turut tiga hari, kadang seminggu sekali, kadang sebulan sekali ketika azan dikumandangkan. (Mediaumat.com, Kamis (14/6/12).
Disamping keempat point di atas kesimpulan survey di atas menjadi suatu bentuk polarisasi  dan stigma negatif terhadap umat Islam di negeri ini. Padahal intoleransi juga banyak dialami oleh Umat Islam di berbagai tempat ketika umat Islam menjadi minoritas. Ini membuktikan adanya ketidakadilan dan diskriminasi terhadap umat Islam. Di samping itu karena sistem diterapkan adalah sistem demokrasi liberal banyak mengalami kegagalan mengurusi keragaman masyarakat karena dipimpin oleh pemimpin yang tunduk kepada sistem sekuler. Sekaligus juga menunjukkan bahwa di dalam sistem demokrasi kemaslahatan dan nasib umat Islam akan terus dipinggirkan. Wallâh a’lam bi ash-shawâb. []
[www.globalmuslim.web.id]

“Pemerintah Hendak Mengunci Langkah Ormas Islam yang Dianggap Vokal”


Pro kontra kehadiran Rancangan Undang-undang Keormasan (RUU Keormasan) yang sedang dibahas di DPR RI ternyata kurang tersosialisasikan dengan baik ke kalangan umat Islam sendiri. Hal ini telah mendapat perhatian serius oleh Harits Abu Ulya, Direktur The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA).
Menurut Harits, jika umat Islam tak mengawal dengan baik, bisa jadi banyak kepentingan masuk. Termasuk kepentingan kalangan liberal yang  sangat ingin “menghabisi” ormas-ormas Islam. Apa maksudnya?
Hidayatullah.com mewawancarai panjang lebar terkait proses RUU keormasan. Inilah petikannya.*
Banyak kalangan Muslim tidak tahu perkembangan dan keberadaan RUU keormasan ini. Bagaimana tanggapan Anda?
Betul, mayoritas umat Islam tidak tahu banyak terkait proses dan produk legislasi yang sedang di godok DPR termasuk langkah Revisi UU No 8 Tahun 1985 tentang Ormas. Persoalan dana asing via LSM lokal dengan berbagai motif kepentingannya itu hanya salah satu pointnya saja. Justru spirit dominan munculnya revisi ini adalah untuk menangani ormas-ormas yang selama ini dianggap melakukan tindak kekerasan dan anarkisme.
Prinsipnya mereka mufakat harus ada regulasi yang lebih ketat untuk mengatur ormas-ormas, terutama Ormas yang selama ini dianggap banyak melakukan tindakan anarkis dan mengganggu ketertiban umum.
Bahkan pemerintah minta agar ada poin sanksi bagi Ormas-ormas yang selama ini sering melakukan tindakan kekerasan. Pemerintah meminta kewenangan dengan Undang-undang tersebut untuk bisa langsung membekukan dan membubarkan. Sekalipun untuk poin pembubaran pemerintah tetap setuju lewat mekanisme pengadilan, tapi untuk pembekuan pemerintah minta agar secara administratif bisa melakukan tindakan pembekuan.
Kontrol seperti apa yang seharusnya dilakukan negara terhadap aliran-aliran dana luar negeri yang diterima langsung oleh ormas terutama Ormas liberal yang suka menjual isu-isu intoleran dan HAM ke luar negeri, bahkan merugikan Negara?

Pemerintah bisa saja menetapkan melalui Undang-undang adanya kewajiban transparasi keuangan ormas. Melalui instrument yang dimiliki semisal PPATK bisa membuat analisa dan pelaporan alur lalu lintas dana yang masuk di akun rekening LSM tersebut. Tidak hanya itu, tapi  akuntabilitas penggunaan dana tersebut juga harus ada. Maka bersama institusi pemerintah lainnya semisal pihak intelijen bisa membuat rekomendasi kepada pengguna, apakah tindakan dan aksi-aksi LSM yang sering menjual isu HAM keluar negeri bisa dianggap melahirkan distabilitas politik atau sesuatu yang kontraproduktif  atas visi pembangunan negara.
Bagaimana dengan isu asas tunggal yang diperjuangkan kelompok tertentu untuk menanggulangi apa yang mereka sebur “Ormas radikal” atau isu transnasional?

Saya mencatat beberapa hal terkait masalah ini. Pertama; pemerintah berusaha memaksakan diri memasukkan Pancasila menjadi ideologi ormas. Tapi ini tidak mudah, karena di saat yang sama kita bisa melihat keberadaan parpol yang juga tidak bisa di seragamkan harus mengadopsi Pancasila menjadi ideologi partai. Kalau partai saja tidak bisa, bagaimana dengan ormas?
Atau muncul wacana perlunya ormas berwatak “lokal”, artinya mengedepankan nilai-nilai kultural masyarakat Indonesia.Tapi ini menjadi ambigu dan sulit dirumuskan karena parameternya tidak jelas.
Kedua;  ada kecenderungan terus mengekspos beberapa kasus kontraksi sosial, dan di kait-kaitkan dengan ormas keagamaan tertentu. Saya melihat, dengan upaya revisi undang-undang keormasan pemerintah hendak mengunci mati langkah ormas-ormas Islam yang dianggap vokal selama ini. Pemerintah bermain di banyak lini, terutama di penguatan legal frame. Ada usaha serius untuk melahirkan regulasi yang bisa mengendalikan Ormas, karena selama ini peran pemerintah  sebagai pembina, pengawas dan pemberi sanksi bila Ormas melanggar dirasa masih kurang efektif. Karenanya, merasa perlu ada undang-undang yang lebih keras, dijadikan pijakan untuk menindak.

Ketiga; saya menangkap sikap “hipokrit” pemerintah. Kenapa juga tidak mempersoalkan LSM-LSM yang kerap melakukan pelanggaran? Kalau konsisten, nanti kita juga bisa tuntut pemerintah agar partai-partai yang suka bikin rusuh juga harus dibubarkan saja. Karena setiap Pemilu selalu ada saja yang melakukan tindak kekerasan. Baik Pemilu nasional, maupun Pemilukada. Lagian hasil Pemilu tidak juga membawa perubahan nasib rakyat. Sudah membuang banyak duit, rakyat sering jadi korban dan rakyat hanya jadi obyek kepuasaan syahwat kekuasaan orang dan kelompok-kelompok partai yang ada.
Menurut  Anda, apakah RUU Keormasan ini bermanfaat bagi keberadaan Ormas-ormas Islam sendiri?

Saya mencermati  itu ada plus minusnya. Contoh umat Islam perlu waspada atas tafsir Pasal 50 ayat 2, tentang larangan. Karena ini terkait tafsir subyektif pemegang kewenangan dengan mendasarkan kepada UU lainya. Misal UU Intelijen dan Kamnas tentang ancaman aktual  dan potensial terhadap ketahanan Ideologi dan bentuk NKRI. Kalau Ormas Islam mengusung formalisasi syariat Islam dianggap mengancam ketahanan ideologi kan bisa runyam.
Di pasal 50 ayat 4 ada penjelasan; Yang dimaksud dengan “ajaran dan paham yang bertentangan dengan Pancasila” antara lain ajaran atau paham Komunisme, Marxisme, Leninisme, Kapitalisme, dan Liberalisme”. Nah ini kan perlu di ekspos terus, dan bisa menjadi pijakan untuk membangun kesadaran masal bahwa negeri ini dikelola dengan sistem kapitalisme yang merugikan rakyat. Jadi bukan saja Ormas yang membahayakan, tapi negara sendiri sudah melakukan tindakan yang destruktif dan membahayakan kelangsungan hidup anak cucu kita kita hari ini dan kedepan.
Tapi menurut saya kalau pemerintah mau terbuka dan obyektif, maka tidak perlu kawatir terhadap keberadaan Ormas-ormas keagamaan khususnya Islam. Selama jelas-jelas mereka berdiri tegak berdasarkan Islam dan garis perjuangannya juga berlandaskan Islam maka sesungguhnya itu ada berkah dan kebaikan untuk bangsa Indonesia. Justru yang perlu diwaspadai adalah ormas-ormas/orpol/LSM komprador yang menebarkan virus sekulerisme, pluralisme dan liberalisme yang jelas-jelas membahayakan nasib Indonesia kedepan.
Pemerintah perlu secara terbuka kalau berani, debat publik dengan mengundang Ormas-ormas yang dituduh selalu melakukan kekerasan atau Ormas Islam tertentu yang dianggap meresahkan masyarakat. Apakah benar paradigma dan argumentasi pemerintah, biar masyarakat yang cerdas ini menilai.
Jangan sampai istilah “meresahkan”, membuat tidak “nyaman” masyarakat itu hanya propaganda dan akal-akalan untuk membungkam langkah ormas Islam dalam upaya amar makruf nahi mungkar, khususnya yang di arahkan kepada penguasa yang selama ini di anggap dzalim dan lalai terhadap urusan umat Islam yang mayoritas menghuni tanah air Indonesia ini. Contoh sikap lembeknya pemerintah adalah kasus kelompok sesat Ahmadiyah yang terkatung-katung hingga saat ini.
Apa langkah yang harus dilakukan umat Islam untuk mengawal RUU ini?

Komponen umat Islam terutama melalui para representasinya perlu konsulidasi dan ikut monitoring (memantau) kemudian  mengadvokasi kepentingan umat Islam atas RUU Ormas, mengingat ini produk politik yang sarat dengan kepentingan. Sadar atau tidak, begitu regulasi ini jadi maka di tingkat operasionalnya  akan melahirkan dampak jika banyak pasal-pasal yang ambigu dan multitafsir. Apalagi paradigma dari undang-undang tersebut adalah liberal-sekuler.
Bagaimana dengan  ormas atau LSM yang suka menjadi isu isu intoleransi beragama sebagai proyek cari uang ke luar negeri dengan alibi memperjuangkan HAM?

Harus diatur juga. Hukumannya di bekukan dan di bubarkan, jika jelas-jelas menjadi kaki tangan asing dengan kedok HAM mengacak-acak kedaulatan bangsa Indonesia. Dan pemerintah memonitoring aktor-aktornya dan seluruh bentuk metamorfosanya, karena LSM dibubarkan hari ini sangat mudah besok membuat LSM dengan nama dan bendera yang beda tapi agendanya ya sama saja dengan sebelumnya.
Dalam RUU ini sudah memuat konten mekanisme pembubaran Ormas. Cuma menurut saya pemerintah harus konsisten dan tidak tebang pilih atau secara spesifik diarahkan hanya kepada Ormas atau kelompok Islam yang kritis terhadap kebijakan pemerintah dan carut marutnya kehidupan sosial politik ekonomi budaya dan keamanan. (hidayatullah.com, /www.globalmuslim.web.id)

Rekomendasi Pengurangan Subsidi BBM adalah Pesanan Kaum Kapitalis

Jakarta. Tak ayal lagi, rekomendasi yang menyebut Pemerintah harus segera mengurangi subsidi karena harga bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia termasuk yang paling murah, merupakan rekomendasi dari penelitian para peneliti pesanan kaum kapitalis. Hal itu dinyatakan Ketua Lajnah Maslahiyah DPP Hizbut Tahrir Indonesia Arim Nasim.
“Penelitian yang seperti ini biasanya  oleh para intelektual kapitalis dan dibiayai oleh para kapitalis, mereka selalu menyalahkan subsidi BBM dan rekomendasinya selalu mengurangi subsidi dan menaikkan harga BBM,” ungkapnya kepada mediaumat.com, Rabu (17/10) melalui pesan elektronik.
Padahal, lanjut Arim,  dana subsidi tersebut walaupun jumlahnya besar tapi yang menikmati baik langsung maupun tidak langsung adalah seluruh rakyat Indonesia.
Tapi anehnya, ungkap Arim, mereka jarang mengkritik bantuan pemerintah yang jumlahnya trilyunan rupiah dalam bentuk dana rekapitulasi perbankan, padahal yang menerima dana rekapitulasi itu hanya segelintir orang.
“Mungkin karena mereka adalah para kapitalis yang membayar para intelektual kapitalis tersebut,” tudingnya.
Arim pun menyebutkan ‘para intelektual kapitalis’ tersebut tidak pernah menggugat liberalisasi migas yang menyebabkan hampir 90 % eksplorasi migas dikuasai oleh swsata baik lokal maupun asing.
Sebelumnya, peneliti dari International Institute for Sustainable Development (IIDS) Lucky Lontoh menyatakan bahwa harga bahan bakar minyak di Indonesia termasuk yang paling murah di Asia.
“Indonesia itu merupakan negara Asia dengan harga bensin premium paling murah. Harga permen karet saja meningkat, tapi bbm kok tidak meningkat. Ini menandakan subsidi yang diberikan pemerintah masih terlalu besar,” kata dia saat diskusi “Subsidi Energi di Indonesia” di Jakarta, Senin (15/10).
Oleh karena itu, ia mengimbau pemerintah untuk segera mengurangi subsidi BBM. “Dana subsidi yang begitu besar tersebut bisa digunakan untuk hal yang lebih penting seperti mengembangkan energi terbarukan lainnya seperti biofuel, energy matahari, dan geothermal,” kata dia. (mediaumat.com/www.globalmuslim.web.id)

Mengintip “sesuatu” dibalik E-KTP

ektpPENGADAAN Kartu Tanda Penduduk (KTP) elektronik sedang berlangsung. Sosialisasi proyek berbiaya Rp5,84 triliun itu terus digalakkan. Salah satu manfaat yang menjadi ‘jualan’ pemerintah adalah, e-KTP akan mampu berkontribusi bagi keamanan nasional, khususnya dalammenekan ruang gerak para teroris .
Terduga teroris kerap ditemui dengan banyak identitas palsu. Dengan e-KTP berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK), identitas palsu diklaim akan segera dapat diketahui karena tertolak oleh sistem.

Renungan Idul Adha Korbankan “Ismail”-mu (Ketaatan dan Pengorbanan untuk Tegaknya Syariah dan Khilafah)

https://fbcdn-sphotos-g-a.akamaihd.net/hphotos-ak-ash3/577269_441195235926978_82161199_n.jpgHari ini kaum muslimin di seluruh dunia menggemakan pujian atas kebesaran Allah Swt. Langit pun bergemuruh dengan suara takbir, tahlil dan tahmid. Sementara itu lebih dari 2 juta saudara kita kaum muslimin lainnya saat ini berada di tanah suci tengah menunaikan ibadah haji. Secara fitri, manusia dikaruniai Allah Swt gharizah an-nau’. Diantara perwujudannya berupa kecintaan pada ibu, bapak, anak dan istri. Dengan naluri itu, secara fitri manusia akan terdorong untuk mencari pasangan dan melahirkan keturunan. Begitu pula Nabiyullah Ibrahim as. Beliau juga menginginkan kehadiran seorang anak. Meski usianya kian senja, Nabi Ibrahim as terus berdoa memohon diberikan anak yang shalih. ‘Ya Rabb, anugrahkanlah kepadaku [seorang anak] yang termasuk orang shaleh’. Maka Kami beri kabar dia kabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar. (TQS ash-Shaffat [37]: 100-101)
Bagi Ibrahim as, Ismail adalah buah hati, harapan dan kecintaannya, yang telah sangat lama didambakan. Ismail mendatangkan kebahagiaan dalam hidup Ibrahim. Ismail pun merasakan penuhnya kasih sayang dan cinta ayahnya. Akan tetapi, di tengah rasa bahagia itu, turunlah perintah Allah kepada Ibrahim untuk menyembelih

Senin, 01 Oktober 2012

Rohis Hilang Tawuran Datang

Di tengah minimnya jam pelajaran agama di kelas, kehadiran ROHIS sebagai wadah kegiatan ekstrakurikuler sangatlah urgen. Rohis dapat meningkatkan sikap religius siswa. Melalui rohis siswa memiliki kesempatan yang cukup besar untuk mengikuti kegiatan-kegiatan keagamaan. Sebut saja kegiatan MABIT (Malam Bina Iman dan Taqwa). Dalam kegiatan satu malam ini para siswa bisa mendapatkan suasana religius yang jarang didapati di rumah. Sepanjang malam seluruh siswa berkesempatan untuk bersama-sama mendekatkan diri kepada Allah SWT. Bisa berupa sholat Isya berjamaah, sholat tahajjud, dan tadarus Al-Qur’an. Kegiatan ini secara langsung dapat membantu pembiasaan memanfaatkan waktu malam untuk ibadah. Selain itu di dalam wadah rohis para siswa dapat meningkatkan pemahaman keislaman melalui kajian hadits, fiqih, aqidah, akhlak, dan tarikh.  Bukan hanya itu, kajian khusus untuk membahas problematika remaja dengan cara pandang Islam menjadikan para siswa memiliki kepribadian yang Islami (syakhshiyah Islamiyah). Mereka menjadi siswa yang memahami halal dan haram, terikat dengan aturan agama dan taat beribadah. Semua itu akan menjadi pondasi awal bagi mereka jika kelak menjadi pemimpin ataupun yang dipimpin di dalam masyarakat. Kehadiran rohis setidaknya menjadi solusi mengeliminir tawuran antar pelajar yang kini marak terjadi.
Menurut data KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) angka tawuran pelajar terus meningkat dari tahun ke tahun. Data di Jakarta misalnya (Bimmas Polri Metro Jaya), tahun 1992 tercatat 157 kasus perkelahian pelajar. Tahun 1994 meningkat menjadi 183 kasus dengan menewaskan 10 pelajar, tahun 1995 terdapat 194 kasus dengan korban meninggal 13 pelajar dan 2 anggota masyarakat lain. Tahun 1998 ada 230 kasus yang menewaskan 15 pelajar serta 2 anggota Polri, dan tahun berikutnya korban meningkat dengan 37 korban tewas. http://www.kpai.go.id. Sementara itu Ketua Umum Komnas Anak Arist Merdeka Sirait menyatakan sepanjang enam bulan pertama tahun 2012 lembaganya mencatat ada 139 kasus tawuran pelajar, lebih banyak dibanding periode sama tahun lalu yang jumlahnya 128 kasus. (tribunews.com)
Terkini, tawuran antar pelajar telah menelan 2 korban jiwa, Deni Januar (17) pelajar SMK Yayasan karya 66 (Yake) dan Alawy siswa SMAN 6. Mensikapi maraknya tawuran antar pelajar para pakar pendidikan selalu memasukan faktor lemahnya pendidikan agama sebagai salahsatu penyebab siswa tawuran disamping faktor ekonomi, lemahnya perhatian orang tua dan buruknya lingkungan. Disinilah relevansi pentingnya kehadiran rohis di sekolah.
Namun sayang, rohis yang menjadi salah satu wadah pembentukan karakter siswa yang berakhlak ini, kini dituding sebagai sarang teroris. Basis rekrutmen generasi muda teroris. Dalam Program dialog Metro TV, narasumber Guru Besar Universitas Islam Negeri Jakarta Bambang Pranowo menyampaikan hasil ‘penelitiannya’. Menurutnya ada lima pola rekrutmen teroris muda. Salah satunya melalui ekstrakurikuler di masjid-masjid sekolah. Pada tayangan grafik versi Pranowo, Metro TV membubuhkan judul yang sangat provokatif “Awas, generasi Baru teroris! sungguh tuduhan yang sangat keji!
Apa yang disampaikan Pranowo  dan Metro TV semakin menguatkan keyakinan banyak orang bahwa war on terrorism is war against Islam.
Ini adalah stigma. Stigma yang dimaksudkan untuk membunuh karakter rohis, aktivisnya dan ajaran Islam. Stigma ini adalah terror yang menakut-nakuti agar para siswa menjauh dari rohis. Terror bagi orang tua siswa agar tidak mengizinkan putra-putrinya aktif bersama rohis. Dan teror terhadap institusi sekolah agar menutup kegiatan rohis, jika tidak ingin dicap melindungi base camp pembinaan teroris.
Stigma seperti ini persis sama dengan yang dilakukan para pemuka Mekkah saat menghadang laju dakwah Rasulullah SAW. Mereka menyebut Muhammad SAW sebagai orang gila, dukun atau tukang sihir. Dengan cara begitu mereka berharap manusia menjauhi Nabi SAW dan mengabaikan dakwahnya. Para pengikut Muhammad pun mereka katakan sebagai orang-orang bodoh yang senang membuat kerusakan (QS Al Baqarah [2]: 12-13)
Namun stigma itu tidak menyurutkan langkah dakwah Rasulullah SAW bersama para sahabat ra. Keimanan mereka kepada Islam bertambah kuat. Mereka tidak gentar sedikitpun meski mengalami penyiksaan dan isolasi sampai Allah memenangkan dan memuliakan mereka dengan Islam.
Demikianlah juga seharusnya dengan rohis, tetap maju mengembangkan program-programnya, tidak gentar oleh terror hingga Allah menampakkan makar jahat pihak-pihak yang memusuhi Islam. Umat pun akan bangkit membela Islam.
Sekolah perlu memberikan ruang gerak yang luas kepada Rohis agar dapat merealisasikan programnya dengan memberikan dukungan fasilitas, dana, dan waktu. Terakhir, dukungan dari orang tua kepada putra-putrinya untuk mengembangkan kemampuan berorganisasi dengan memberikan kepercayaan bahwa berorganisasi di Rohis akan membentuk sikap yang baik dan bermanfaat. Karena jika teror ini berhasil menciutkan nyali anak-anak rohis, para orang tua dan pihak sekolah maka rohis akan bubar. Tidak ada lagi wadah kreativitas siswa yang dapat memupuk dan menguatkan keimanan para pelajar di sekolah. Meng ‘iyakan’ pendapat para pakar pendidikan, tanpa pemahaman agama bukan mustahil tawuran antar pelajar akan terus meningkat. Rohis hilang tawuran datang. Wallahu ‘Alam bi Ash shawab.[] [www.globalmuslim.web.id]

Kebijakan Nuklir Khilafah Islamiyah

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhSof_wIViUIS1RC2PiDvE2BQYT9iraURteyC1zxLa7_o3qfjIS853vCG6_Iznouebih5m88cOKS1AlvURPvXTdR0tpdnH4jA7HXpGQBWzx7iTObzDcgY3IkcJK6UFpMkXilcaCbM3cpGw/s1600/nuklir.jpg
Oleh : Fathiy Syamsuddin Ramadhan An Nawiy


Daulah Khilafah Islamiyah adalah institusi politik yang bertugas menerapkan Islam


di dalam negeri dan menyebarkan Islam ke seluruh penjuru dunia, dengan dakwah dan jihad. Tugas ini tidak akan berjalan sempurna tanpa dukungan infrastuktur yang kuat dan memadai.

Di antara infrastruktur vital yang harus dimiliki Khilafah Islamiyah untuk menjalankan fungsi-fungsi politiknya adalah persenjataan (arsenal) yang kuat dan canggih. Persenjataan yang kuat dan canggih, tentu saja akan meningkatkan kemampuan dan kapasitas militer negara Khilafah dalam menghadapi berbagai macam tantangan dan hambatan; merealisasikan tugas menciptakan stabilitas politik di dalam dan di luar negeri; serta penyebaran ideologi Islam ke seluruh penjuru dunia.


Nuklir, tidak bisa diingkari lagi, termasuk persenjataan canggih yang harus dimiliki Khilafah Islamiyah untuk memperkuat kekuatan militernya. Lebih-lebih lagi, negara-negara kafir harbiy, seperti Amerika, Inggris, Prancis, Cina, Korea, dan lain sebagainya, telah mengembangbiakkan persenjataan nuklir hingga taraf yang mengkhawatirkan.


Dalam keadaan seperti itu, Khilafah Islamiyah (insya Allah akan berdiri dalam waktu dekat) akan segera membangun kekuatan militer yang kuat, untuk menjaga eksistensinya sebagai sebuah negara, serta untuk menopang tugas dan peran politiknya. Dalam konteks persenjataan nuklir, Khilafah segera mengeluarkan kebijakan-kebijakan penting yang berhubungan dengan pembangunan persenjataan nuklir dalam negeri, serta kebijakan-kebijakan untuk menghadapi ancaman nuklir negara-negara kafir harbiy.


Secara garis besar, kebijakan pembangunan persenjataan nuklir Khilafah Islami¬yah di dalam negeri, adalah sebagai berikut;


1. Perindustrian negara Khilafah dibangun di atas paradigma "industri perang" Artinya, seluruh perindustrian yang ada di dalam negeri didesain sedemikian rupa untuk menciptakan ketahanan multidimensi di dalam negeri, serta untuk menopang dakwah dan jihad ke luar negeri. Pembangunan industri-industri berat mendapatkan prioritas yang tinggi, agar di dalam negara Khilafah Islamiyah tercipta "revolusi industri" yang mampu menggerakkan seluruh sendi-sendi perekonomian, serta untuk mempermudah Khilafah Islamiyah dalam menstranformasikan dirinya menjadi negara maju dan adi daya. Pembangunan industri arsenal, termasuk di dalamnya industri nuklir, harus selalu mempertimbangkan dua aspek penting di atas, yakni, (1) penciptaan ketahanan di dalam negeri dan (2) memperkuat kekuatan militer Khilafah Islamiyah, agar mampu menjalankan tugas menyebarkan Islam ke selu¬ruh dunia dengan dakwah dan jihad.


2. Khilafah membangun seluruh infrastruktur yang dibutuhkan untuk mem¬bangun persenjataan nuklir yang kuat dan canggih; mulai dari pembangunan industri pemurnian dan pengayaan uranium, pengembangan riset-riset nuklir, serta pelatihan-pelatihan SDM untuk pembangunan dan pengembangan nuklir dalam negeri. Untuk itu, anggaran untuk memperkuat militer akan mendapatkan prioritas utama sebagaimana sektor-sektor vital lainnya.


3. Khilafah melarang warga negara mengekspor bahan baku nuklir serta bahan-bahan lain yang sangat dibutuhkan untuk pembangunan industri-industri berat, seperti bijih besi, baja, dan lain sebagainya. Pasalnya, ekspor bahan-bahan seperti ini akan memperlemah perindustrian dalam negeri, dan justru akan memperkuat industri negera-negara kafir harbiy. Khilafah akan mengawasi sepenuhnya lalu lintas perdagangan luar negeri, agar komoditas vital yang sangat dibutuhkan untuk proses revolusi industri tidak mengalir ke luar negeri. Sebaliknya, Khilafah akan mendatangkan bahan baku atau barang-barang yang dibutuhkan dalam proses pembangunan industri dalam negeri.


4. Khilafah membangun reactor-reaktor atom untuk penyediaan sumber energi di dalam negeri, maupun untuk kepentingan-kepentingan non militer lain¬nya, dengan tetap memperhatikan dampak-dampaknya bagi lingkungan hidup.



5. Khilafah mendorong kaum Muslim untuk turut andil dalam mengembangkan industri nuklir dalam negeri, serta memberikan dukungan penuh kepada siapa saja yang berhasil membuat inovasi-inovasi baru di bidang ini.


Adapun dalam konteks kebijakan nuklir luar negeri, Khilafah akan mengambil langkah-langkah sebagai berikut:


1. Negara Khilafah menolak sepenuhnya konvensi dan perjanjian nuklir internasional yang dirumuskan negara-negara maju, seperti: perjanjian non-proliferasi nuklir internasional tahun 1968 (Nudear Non Proliferation Treaty 1968) yang membatasi kepemilikan persenjataan nuklir hanya bagi lima negara besar (Prancis, Cina, Sovyet, Inggris, dan AS); Compre¬hensif Test Ban Treaty (perjanjian pela¬rangan uji coba peledakan nuklir untuk kepentingan sipil maupun militer); NPR (Nudear Posture Review) Amerika Serikat, dan lain-lain. Pasalnya, perjanjian dan klausul tersebut, jelas-jelas dijadikan alas oleh Amerika dan kroni-kroninya untuk mengendalikan dan memperlemah persenjataan nuklir negara-negara lain. Negara Khilafah juga menolak adanya gagasan Kawasan Bebas Nuklir, sebagaimana yang didengang-dengungkan negara imperialis.


2. Khilafah menolak sepenuhnya campur tangan lembaga pemantau IAEA (Internasional Atomic Energy Agency) yang dibentuk oleh PBB, maupun negara-negara maju. Alasannya, lembaga-lembaga ini merupakan perpanjangan tangan Negara-negara maju untuk mengawasi dan memantau perkembangan nuklir sebuah negara. Menerima lembaga ini, sama artinya menunjukkan peta kekuatan kaum Muslim kepada negara-negara kafir harbiy yang hukumnya jelas-jelas haram.


3. Adapun pada konteks penggunaan senjata nuklir dalam peperangan, negara Khilafah tetap memperhatikan dampak-dampaknya bagi umat manusia. Khilafah menggunakan arsenal ini secara selektif dan efektif, agar dampak-dampak penggunaan arsenal nuklir tidak membahayakan lingkungan dan orang-orang yang tidak terlibat dalam peperangan.


4. Salah satu tendensi pembangunan persenjataan nuklir yang kuat adalah Untuk menggentarkan musuh-musuh Allah swt dan kaum Muslim, sebagaimana firman Allah SWT (artinya),"Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan siapa saja yang kamu songgupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengeta¬huinya; sedang Allah mengetahuinya" [TQS Al Anfaal (8):60]. Selain itu, pembangunan persenjataan nuklir juga merupakan implementasi kaidah syar'iyyah, "maa laa yatimmu al-waajib illa bihi fahuwa alwaajib" (tidak sempurnanya sebuah kewajiban kecuali dengan sesuatu, maka sesuatu itu menjadi wajib). Jika menggentarkan musuh hanya bisa diwujudkan dengan adanya persenjataan nuklir, maka, adanya persenjataan nuklir menjadi wajib.


5. Kebijakan nuklir Khilafah Islamiyah juga ditujukan untuk mewujudkan stabilitas internasional


Kebijakan nuklir Khilafah Islamiyah yang berpijak di atas akidah dan syariah Islam lebih unggul dibandingkan kebijakan nuklir yang dirumuskan negara-negara kafir. Pasalnya, kebijakan-kebijakan nuklir yang dirumuskan negara-negara imperialis hanya didasarkan pada kepentingan untuk melanggengkan penjajahan dan dominasi mereka atas negeri-negeri kaum Muslim. Sebaliknya, kebijakan nuklir Khilafah ditegakkan di atas paradigma "menciptakan suasana kondusif untuk penyebaran dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia", bukan untuk melanggengkan imperialisme.


Dengan kebijakan seperti ini, Khilafah akan mampu menghancurkan imperialism dan dominasi negara-negara imperialis atas negeri-negeri Islam, sekaligus membebaskan dunia dari setiap bentuk penindasan dan penjajahan. Tidak hanya itu saja, kebijakan nuklir semacam itu, juga akan memudahkan kaum Muslim untuk membangun tata dunia baru yang didasarkan pada akidah dan syariah Islamiyah. Wallahu al-Musta'an wa Huwa Waliyyu alTaufiq.
[www.globalmuslim.web.id]

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...