Oleh Abu Anas
Pihak pejuang
Suriah mencapai sukses yang strategis dalam menggeser keseimbangan
pertempuran melawan rezim Bashar al-Assad melalui rencana militer yang
disusun dengan baik berdasarkan taktik perang gerilya. Amerika
Serikat, yang khawatir dengan kemampuan mereka yang mampu melakukan
manuver tak terduga dengan cepat dan tiba-tiba, kemudian mengancam untuk
melakukan intervensi militer secara langsung. Hillary
Clinton, Menlu AS, menyatakan pada 3 Desember 2012, bahwa “kami tentu
saja berencana untuk mengambil tindakan jika kemungkinan [penggunaan
senjata kimia] itu terjadi.”
[1] AS dan negara-negara Barat pada umumnya berusaha untuk melestarikan
pengaruh mereka di Suriah, yang bisa menjamin keterlibatan mereka agar
bisa mengarahkan revolusi untuk mendapatkan hasil yang mereka inginkan. Rezim Assad mendekati kehancuran total dan ada 4 kemungkinan hasil yang akan diperoleh atas konflik ini.
Ada banyak
ideologi yang berbeda yang terdapat pada pihak para pejuang dari mulai
kaum liberal sekuler ekstrim yang menuntut demokrasi gaya Barat hingga
kelompok-kelompok Islam yang menuntut sebuah negara Islam. Ada banyak faksi-faksi pejuang di antara kedua kutub spektrum ideologi. Posisi alami masyarakat Suriah yang konservatif akan menuntut peran Islam dalam rezim pasca-Assad. Musim
Semi Arab telah menunjukkan bahwa ada kebangkitan dalam dunia Muslim
pada umumnya, dimana kelompok mayoritas menuntut Islam agar bisa
memainkan peran yang lebih besar dalam politik. Suatu
studi yang dilakukan oleh PEW Research Center pada bulan Juli 2012
menyebutkan: “Banyak dari negara-negara mayoritas Muslim yang disurvei
yang menginginkan Islam agar memiliki pengaruh yang besar dalam politik”
[2] Kecenderungan ini telah memberikan suatu pengaruh kelompok-kelompok
Islam yang lebih besar yang membawa mereka ke tampuk kekuasaan seperti
di Tunisia, Mesir dan Libya. Demikian
pula, pada kelompok-kelompok Islam di Suriah, seperti gerakan Salafi
dan Hizbut-Tahrir, menyerukan didirikannya sebuah Negara Islam, yang
merupakan kemungkinan pertama. Banyak
brigade tempur FSA menunjukkan dukungan mereka atas tujuan ini seperti
yang mereka umumkan di Aleppo, sementara mengkritik koalisi Suriah baru
yang sekuler.
Kemungkinan kedua adalah munculnya demokrasi gaya Barat yang diupayakan oleh faksi-faksi sekuler dan Ikhwanul Muslimin. Sejak
awal pemberontakan, AS telah berusaha untuk mempengaruhi para pejuang
untuk membangun konsensus dalam situasi seperti itu seperti adanya
bermacam-macam dewan di pengasingan yang didukung dan dibantu untuk
dibangun. Pemerintah Erdogan di Turki merupakan kunci dalam melaksanakan rencana-rencana AS itu.Penolakan
AS yang terus menerus untuk memberikan dukungan mematikan kepada pihak
pejuang menunjukkan kegagalan rencana ini hingga sekarang. Hal ini jelas menunjukkan bahwa mayoritas faksi FSA tidak berdasarkan pada gagasan untuk mendirikan sebuah negara sekuler. Dalam
upaya lain untuk menyatukan para pejuang di bawah suatu kepemimpinan
sekuler, telah diumumkan berdirinya sebuah dewan lain di Antalya, Turki,
pada hari Jumat lalu. [3]
AS telah sangat terus terang ketika mengatakan bahwa hasil yang mereka
harapkan bagi Suriah adalah transisi politik menuju sebuah negara
sekuler-demokratis ala Barat, sehingga AS akan terus mendukung segala
upaya yang mengarah pada hasil tersebut.
Karena
hasil-hasil ideal pertempuran ini belum terwujud dan banyak dari pihak
pejuang yang menyerukan Negara Islam, AS disisakan dengan dua hasil
lainnya.Kemungkinan ketiga adalah intervensi militer langsung seperti yang telah diancamkan oleh Menlu Clinton. AS
mungkin akan menggunakan NATO melakukan invasi darat, khususnya dengan
memakai tentara Turki, namun bisa memanfaatkan kekuatan multi-nasional
penjaga perdamaian PBB sebagai gantinya. Lakhdar
al-Ibrahimi, utusan khusus PBB ke Suriah, menyerukan pasukan PBB untuk
menstabilkan Suriah, suatu rencana yang diterima oleh koalisi Suriah
baru melalui jurubicaranya, Walid al-Buni. [5]
Tujuan
kekuatan-kekuatan Barat melalui invasi adalah untuk menghilangkan
faksi-faksi dalam tubuh FSA yang tidak mau mengikuti negara demokratis
sekuler, seperti faksi Jabhat an-Nusra dan faksi Ahrar al-Sham. Masalah
yang ada dengan rencana ini adalah bahwa AS akan mengadu domba penduduk
Suriah yang marah karena rasa puas pihak Barat menentang penduduk yang
bersyukur atas faksi-faksi yang melindungi mereka dari al-Assad. The
New York Times, melaporkan bahwa “pada hari Jumat, demonstran di
kota-kota Suriah sebagian mengangkat spanduk dengan slogan-slogan
seperti, “Tolak intervensi Amerika, kita semua pendukung Jabhat an-Nusra
‘. “[6]
AS mungkin
menemukan bahwa intervensi militer adalah mahal secara finansial dan
militer selain akan mendorong masyarakat Suriah lebih jauh kepada faksi
Jabhat an-Nusra dan faksi-faksi Islamis lainnya. Kemudian,
hal ini akan membawa kepada hasil terakhir yang mungkin terjadi dari
revolusi Suriah yang merupakan hasil yang paling berdarah, yakni sebuah
pertempuran bergaya Afghanistan diantara kelompok-kelompok pejuang yang
berbeda. AS
akan mendukung faksi-faksi FSA yang sekuler dan memasok mereka dengan
dana dan senjata dan membiarkan munculnya perang saudara diantara pihak
yang menghabiskan dua tahun yang mencoba menggulingkan rezim Assad. AS telah membangun hubungan dengan para pejuang untuk sementara waktu melalui sebuah kamp pelatihan di wilayah selatan Turki. Salah
seorang pejuang dalam faksi sekuler FSA menyatakan secara eksplisit,
“setelah jatuhnya Bashar akan terjadi begitu banyak pertempuran diantara
kelompok-kelompok itu.” [6]
Saat Revolusi
Suriah hampir mencapai tujuan utamanya, yakni runtuhnya rezim Assad,
para pejuang harus menetapkan rencana bagi masa depan negara itu.Suriah,
negara yang letaknya sangat strategis, sangat penting bagi
negara-negara Barat yang memiliki pengaruh atasnya karena negara itu
sudah menjadi sebuah negara modern. Jika
tujuan negara sekuler tidak tercapai, mereka siap melakukan berbagai
manuver yang berbeda untuk mencegah Suriah menjadi negara yang
independen, yang mungkin berada dalam bentuk intervensi militer atau
perang saudara jangka panjang. Satu-satunya
cara bagi rakyat Suriah untuk membelokkan hasil yang suram ini, adalah
dengan memperoleh kemauan politik mereka sendiri dan mengamankan
kemerdekaan melaui tercapainya konsensus diantara faksi-faksi pejuang
yang berbeda. (RZ http://www.revolutionobserver.com//)
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar