Berdandan adalah hal yang wajar dilakukan
oleh wanita, hampir semua wanita tertarik dengan hal-hal yang berkaitan
dengan berdandan atau merias diri. Merias diri kerap sekali berhubungan
dengan kosmetik, seiring perkembangan ilmu kesehatan dan teknologi,
produk-produk kosmetik bagi wanita tidak hanya ditujukan untuk merias
diri tetapi juga untuk merawat kesehatan kulit. Bahkan kini, produk
kosmetik tidak hanya ditujukan bagi kaum hawa, perusahaan kosmetik
sengaja mengeluarkan produk perawatan kulit (kosmetik) dengan kaum pria
sebagai target pemasarannya.
Dalam sudut pandang Islam, pada dasarnya
aktivitas merias diri tidak dilarang. Malah sebaliknya, hal tersebut
dianjurkan kepada para muslimah yang telah menikah untuk senantiasa
berpenampilan cantik di depan suami mereka (hanya kepada suami mereka).
Namun jika keluar rumah, Islam melarang setiap muslimah untuk berhias
diri secara berlebihan.
Dalam sebuah hadits diriwayatkan, bahawa Nabi saw bersabda;
“Seorang wanita dilarang berhias untuk selain suaminya.” [HR. Imam Ahmad, Abu Dawud, dan al-Nasaaiy]
Tidak berhias bukan berarti tidak merawat
diri, karena itu banyak wanita yang tampak tak memakai riasan wajah,
tetapi pada dasarnya mereka memakai produk perawatan untuk menjaga
kesehatan kulit, seperti krim wajah, pelembab, lotion, atau bahkan
produk pencegah jerawat dan flek hitam. Namun sayangnya, kesadaran akan
kehalalan produk kosmetik belum populer dibandingkan dengan tingkat
kesadaran akan pentingnya kehalalan makanan yang kita konsumsi.
Padahal mengkonsumsi sesuatu yang haram
bisa menghalangi terkabulnya do’a. Rasululullah صلى الله عليه وسلم
bersabda yang artinya : “Sesungguhnya Allah itu baik dan tidak
menerima kecuali yang baik dan sesungguhnya Allah memerintahkan
orang-orang beriman serupa dengan apa yang diperintahkan kepada para
Rasul.” Allah berfirman yang artinya : “Hai para Rasul makanlah dari segala sesuatu yang baik dan beramalah dengan amalan yang baik.” Firman Allah juga yang artinya : “Hai orang-orang yang beriman makanlah dari apa-apa yang baik yang telah kami rizkikan kepadamu.”
Kemudian Beliau menceritakan seorang laki-laki yang telah lama
perjalanannya, rambutnya kusut penuh debu, dia mengangkat kedua tangnnya
ke langit dan berdo’a : “Ya Rabb, Ya Rabb! Sedangkan makanannya
haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan dikenyangkan dengan
sesuatu yang haram, bagaimana ia akan dikabulkan doa’anya.” [HR.Muslim, 1015].
Walaupun pada dasarnya kosmetik dan produk
perawatan tubuh tidak masuk ke dalam tubuh secara langsung, namun 60
persen dari produk perawatan kulit seperti serum atau pelembap tersebut
bekerja pada kulit dan masuk ke aliran darah. Apabila produk tersebut
mengandung alkohol, gliserin yang berasal dari hewan, atau bahan kimia
berbahaya, maka bahan-bahan tersebut akan terserap ke dalam tubuh.
Meskipun ada juga yang hanya bersifat melapisi bagian luar kulit,
sehingga mungkin tidak terserap ke dalam tubuh, namun perlakuannya tetap
sama.
Selain bahan baku yang digunakan, proses quality control, dan
peralatan yang terlibat dalam penyusunan produk juga mempengaruhi
kualitas dan status halal dari kosmetik dan produk perawatan tubuh.
Memang tidak mudah untuk mengetahui
kehalalan suatu produk kosmetik. Bahan-bahan turunan yang digunakan
sudah sedemikian kompleks, sehingga selain bahan halal dan nonhalal, ada
bahan-bahan yang dikategorikan sebagai mashbooh, atau perlu ditelusur
lebih lanjut (questionable).
Bahkan jika kosmetik dibuat dari botanical ingredient, atau bahan
dalam kosmetik yang berasal dari tumbuhan (herbs, roots, flowers,
fruits, leaves, seeds) yang secara natural adalah halal, belum tentu
halal jika telah tercampur dengan enzim dari hewan. Padahal semua bahan
turunan dan ekstrak dari binatang yang diharamkan – seperti babi – dapat
dipastikan haram karena sifat/jenisnya yang memang diharamkan.
Salah satu bahan yang masih banyak digunakan dalam industri kosmetik
adalah plasenta babi. Bahkan bahan-bahan yang berasal dari hewan lain
dan turunannya bisa juga tergolong nonhalal, kecuali dari jenis ikan dan
lebah. Bukan karena hewannya yang haram, melainkan karena prosesnya
(penyembelihan) yang dikhawatirkan tidak sesuai dengan syariah.
Kita harus cerdas dan jeli dalam memahai
bahasa penjualan yang digunakan dalam suatu kemasan produk. Produk yang
diklaim 100% berasal dari bahan alami, juga tidak menjamin kehalalan
produk tersebut, karena ekstrak hewan juga termasuk alami. Terlebih,
sekarang produsen kosmetik semakin lihai menggunakan istilah
tersembunyi, seperti “protein”, untuk menggantikan “plasenta”.
Berikut ini beberapa nama teknis dan nama paten yang biasa terdapat
dalam komposisi kosmetik. Secara umum, bahan-bahan ini dikategorikan
mashbooh (perlu ditelusuri lebih lanjut), karena biasanya berasal dari
hewan: allantoin (alantoin), asam amino, cholesterol, kolagen,
colours/dye, cystine (sistina), elastine, gelatine (gelatin), glycerine
(gliserin), hyaluronic acid (asam hialuronat), hydrolysed animal
protein, keratin, lanolin, lypids, oleic acid (asam oleat), stearic acid
(asam stearat), stearyl alcohol, tallow (lemak hewan), vitamin A.
Bahan lain yang sebaiknya dihindari (telah dinyatakan haram oleh
LPOM MUI) adalah Sodium Heparin dan Plasenta. Sodium heparin berasal
dari babi, sedangkan plasenta biasanya dari manusia, kambing atau sapi.
namun, hal tersebut tentu bukan alasan bagi para muslimah untuk tak
merawat diri. Selain bisa menggunakan perawatan kulit dengan cara alami
yang bisa dibuat sendiri di rumah, kita masig bisa menggunakan
produk-produk yang beredar di pasaran. Salah satu yang bisa kita lakukan
adalah dengan memastikan bahwa produk tersebut bersertifikasi halal
yang dikeluarkan oleh LPOM (Lembaga Pengawas Obat dan Makanan) MUI.
Sayangnya, karena belum meluasnya kesadaran
dan kebutuhan konsumen akan kosmetik yang terjamin halal, tidak semua
produsen produk kosmetik yang beredar di Indonesia merasa perlu untuk
mendaftarkan sertifikasi ini. Kekhawatiran konsumen mengenai kosmetik
masih sebatas bahan-bahan yang berbahaya, seperti merkuri, atau paraben.
Oleh sebab itu, untuk merek kosmetik yang tidak termasuk dalam daftar
halal LPOM, bukan berarti tidak halal. Kita sebagai konsumen yang harus
lebih aktif untuk mencermati daftar komposisi produk.
Kita bisa melihat daftar produk kosmetik halal yang telah mendapat sertifikasi LPOM MUI, di situs: http://www.muslimconsumergroup.com/cosmetic.html
Untuk beberapa produk kosmetik dari luar
negeri, sertifikasi halal masih tetap menjadi acuan yang bisa kita
pegang. Di luar negeri sudah lebih banyak lagi lembaga resmi maupun
independen yang menerbitkan dan mempublikasikan sertifikasi halal.
Malaysia termasuk negara yang sudah mempunyai lembaga sertifikasi yang
established (Standards Malaysia) dan menjadi salah satu acuan
internasional.
Di Amerika Serikat, salah satu lembaga sertifikasi yang cukup
komprehensif adalah Muslim Consumer Group. MCG telah membuat daftar
kategori halal, nonhalal, maupun mashbooh untuk produk-produk makanan
dan non makanan termasuk kosmetik yang bisa dijadikan acuan konsumen.
Daftar tersebut bisa dilihat di: http://www.muslimconsumergroup.com/cosmetic.html
Meningkatkan pengetahuan tentang kehalalan
bahan produk kosmetik bukanlah satu-satunya cara ampuh yang akan
menghindarkan kita dari produk kosmetik non halal, karena tidak semua
produk mencantumkan secara lengkap komposisi bahan penyusun produk pada
label kemasan. Berikut adalah langkah-langkah yang sangat dianjurkan
dalam memilih kosmetik yang halal dan aman.
1. Utamakan legalitas produk. Pilihlah produk kosmetik yang legal.
Hal ini ditunjukkan dengan dicantumkannya nomor pendaftaran di Badan
Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Kode pendaftaran untuk produk kosmetik
lokal adalah CD, sedangkan untuk produk impor memiliki kode CL.
2. Perhatikan daftar komposisi bahan. Bekali diri dengan pengetahuan
tentang bahan-bahan kosmetik yang halal, mashbooh, dan nonhalal,
setidaknya sebagai langkah awal untuk memilih produk mana yang aman dan
halal untuk dipakai. Semakin lengkap komposisi yang dicantumkan,
biasanya produk tersebut semakin terpercaya, karena konsumen dengan
mudah mencari informasi mengenai bahan tertentu.
3. Pastikan nama dan alamat produsen harus jelas tercantum pada
label kemasan yang mengindikasikan mudahnya akses bagi konsumen untuk
memperoleh informasi lanjutan mengenai produk bersangkutan.
4. Memastikan produk tersebut bersertifikasi
halal dari badan resmi yang mengeluarkan sertifikasi halal (di
Indonesia adalah MUI). Paling tidak, ada pihak yang telah melakan riset
dan pengawasan akan halalnya produk tersebut.
Karena halal haram bukanlah hal sepele dalam
kehidupan sehari-hari kita, maka tentu kehalalan setiap apa yang kita
konsumsi menjadi wajib adanya bagi kita ummat islam. Karena itu, tanpa
label halal yang terpercaya tentunya tidak serta merta kita bisa
menganggapnya halal sekalipun produk tersebut merupakan produk alami.
Tentunya, merawat kecantikan dengan cara alami yang berbahan alam dan
kita buat sendiri adalah salah satu cara efektif menghindari produk tak
jelas dipasaran.
Semoga kita senantiasa menjadikan Islam
sebagai standar dalam setiap perbuatan, baik itu dalam hal ibadah,
sosial, politik, ekonomi, sekalipun berkaitan tentang belanja.
Wallohua’lam. (rasul/mz/www.syahidah.web.id)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar