Pages

Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki. Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi. Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baik perlakuan, ia belajar keadilan. Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang & persahabatan, ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan

Senin, 07 November 2011

Katakan Jihad, Bukan Terorisme!


Kasus bom bunuh diri tak henti-hentinya menghantui berita negeri ini, mulai dari kasus bom di Bali pada tahun 2002 hingga kasus terakhir, meledaknya bom di Solo yang melukai beberapa warga. Bom Solo yang kecil ini ternyata mampu ‘menggemparkan’ Indonesia bahkan dunia. Tak dapat dipungkiri, Islamlah yang lagi-lagi tertimpa batunya. Dengan dalih terorisme, Islam diserang habis-habisan oleh orang-orang yang membenci Islam.

Serangan ini tidak hanya dilontarkan oleh kalangan umum saja, tetapi yang parahnya lagi ulama juga sepakat dengan hal itu. Ada sebagian ulama yang ‘meredefinisikan Islam’ secara serampangan. Jihad dimaknai sebatas makna bahasa saja, yakni kesungguhan semata, misalnya dalam menuntaskan kemiskinan dan keterbelakangan. Alih-alih memberikan definisi yang tepat, mereka justru membuat makna jihad yang tidak sesuai syariah.

Memang, tidak bisa dipungkiri, ada kesalahan dari sebagian umat Islam yang memandang bahwa jihad bisa juga dilakukan di medan luar konflik. Inilah yang mendasari mengapa ada dari sebagian ikhwah yang mengumandangkan jihad di Indonesia. Dari pangkal inilah kemudian ada sebagian ulama yang ‘salah langkah’ dengan jalan ikut mendukung program ‘deradikalisasi’, di antaranya dengan mereduksi makna jihad dalam Islam. Akibatnya, mereka memelintir makna jihad menjadi sempit dan cenderung ‘memusuhi’ Islam itu sendiri.

Padahal jihad sesungguhnya adalah berperang di jalan Allah SWT. Menurut Mazhab Hanafi, sebagaimana yang dinyatakan dalam kitab Bada’i’ ash-Shana’i’, “Menurut syariah, jihad bermakna pengerahan seluruh kemampuan dan tenaga dalam berperang di jalan Allah, baik dengan jiwa, harta, lisan ataupun yang lain.” Jadi, makna jihad yang difatwakan oleh ulama sekarang ini adalah makna jihad secara bahasa saja, bukan secara syar’i. Jihad yang sesungguhnya adalah berperang melawan musuh-musuh Allah SWT, seperti berperang di negeri-negeri Muslim yang sedang dijajah oleh zionis Yahudi dan Amerika Serikat, contohnya di Palestina, Afganistan, Iran, Irak, Libanon dan negeri-negeri Muslim lainnya. Jihad dalam makna perang tentu tidak bisa dilakukan di negeri-negeri yang aman dan tidak dijajah, seperti di Indonesia. Karena itu bom bunuh diri yang dilakukan di negeri ini bukanlah jihad yang sesungguhnya. Mengapa? Karena mereka meledakkan diri bukan di wilayah perang. Akibatnya, bukan hanya gedung-gedung, rumah-rumah, dan bangunan lainnya yang hancur, tetapi juga orang-orang yang tidak bersalah pun ikut menjadi korban ledakan bom tersebut.

Setelah peristiwa itu, tersangka kasus tersebut pasti identik dengan Islam. Densus 88 lalu menetapkan ciri-ciri tersangka bom sebagai orang yang berjanggut, bersurban, sering ngaji kitab Islam, dan lain-lain. Islam dijadikan bukti dalam serangan terorisme di Indonesia. Padahal banyak sekali kejanggalan dalam berbagai kasus yang terjadi. Inilah rekayasa musuh-musuh Allah yang sengaja menstigmatisasi Islam. Mereka berusaha memberikan gambaran negatif terhadap Islam. Oleh karena itu, sudah saatnya kita hancurkan propaganda ini dengan bersama-sama bersatu melawan kafir penjajah. Ingatlah bahwa Allah SWT telah menjanjikan surga yang seluas langit dan bumi kepada orang-orang yang syahid di jalan-Nya. WalLahu a’lam. [Azzam; Siswa SMAIT Insantama Bogor]

Khalifah Pembela Sejati Perempuan

Kekerasan terhadap perempuan kembali menjadi sorotan. Baru-baru ini Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan mengharapkan Konferensi Tingkat Tinggi Perhimpunan Bangsa Asia Tenggara (KTT ASEAN) ke-18 mendorong tumbuhnya lembaga HAM perempuan di semua negara anggota ASEAN.
Kekerasan terus bermunculan selama sistemnya sekuler.
Kekerasan terhadap perempuan kembali menjadi sorotan. Baru-baru ini Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan mengharapkan Konferensi Tingkat Tinggi Perhimpunan Bangsa Asia Tenggara (KTT ASEAN) ke-18 mendorong tumbuhnya lembaga HAM perempuan di semua negara anggota ASEAN.
Terlebih, tidak semua negara di Asia Tenggara memiliki lembaga yang fokus pada kekerasan terhadap perempuan. Hanya Filipina, Malaysia, Thailand dan Indonesia yang sudah memiliki lembaga HAM perempuan. Itu pun yang independen hanya Indonesia.
Gagasan pengadaan Komnas Perempuan di negara-negara ASEAN berangkat dari realitas masih banyaknya perempuan di ASEAN yang mengalami kekerasan, perdagangan manusia, tingginya angka kematian ibu, kemiskinan dan perempuan menjadi buruh murah. Bisakah lembaga perempuan seperti itu mengentaskan persoalan perempuan?
Solusi tak Mengakar
Komnas Perempuan merupakan lembaga nonstruktural negara yang keberadaannya diakui sebagai satu-satunya model mekanisme HAM perempuan yang independen di dunia. Dalam setiap mengambil keputusan, Komnas Perempuan selalu melibatkan mitra strategisnya yakni korban, organisasi perempuan, lembaga layanan dan lembaga pemerintah, untuk terus mendorong penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan.
Semua keputusan bersifat independen dan tidak dapat diintervensi lembaga negara manapun, baik legislatif, yudikatif maupun eksekutif. Komnas Perempuan juga terus mendorong peran negara dalam mengungkapkan kebenaran, pemulihan dan keadilan kepada perempuan korban kekerasan sehinggga kekerasan terhadap perempuan di tingkat apa saja, bisa dihilangkan.
Tentu saja, sebagai wadah perempuan di negara sekuler, proses pendampingan terhadap perempuan-perempuan bermasalah ini pun berangkat dari paradigma sekuler. Di mana, dalam kacamata sekuler, kekerasan terhadap perempuan terjadi karena perempuan selalu ditempatkan sebagai subordinat laki-laki. Dan, agama Islam dituduh memberi kontribusi besar atas konstruksi perempuan sebagai makhluk kelas dua itu. Karena itu, solusi yang ditawarkan untuk mengentaskan problem perempuan adalah dengan membebaskan perempuan dari belenggu ikatan agama.
Jika ada perempuan yang menjadi korban kekerasan suami misalnya, selalu suami yang disalahkan dan didorong untuk bercerai. Setelah bercerai, kemandirian ekonomi menjadi sasaran program selanjutnya, sehingga ibu-ibu mencari nafkah dengan meninggalkan anak-anaknya. Anak-anak menjadi kehilangan kasih sayang dan figur orang tua. Kelak ia menjadi anak bermasalah. Lingkaran setan itu terus bergulir tanpa ujung, tanpa solusi mengakar.
Ya, memang, bisa jadi Komnas Perempuan mampu mengatasi persoalan individu perempuan yang menjadi korban. Misal mendampingi, melakukan pemberdayaan dan konseling secara psikologis. Namun, itu hanya bersifat personal. Satu perempuan lepas dari masalah, akan bermunculan lagi perempuan-perempuan bermasalah lainnya. Ini terjadi karena sistem yang diterapkan bukan sistem yang peduli pada perempuan.
Selama perempuan dijadikan objek eksploitasi oleh sistem sekuler yang menuhankan bodi dan materi, perempuan selamanya akan terus terinjak-injak. Dengan demikian, berapa banyak pun Komnas Perempuan didirikan di berbagai negara, tidak akan efektif mengentaskan nasib perempuan kecuali mengganti sistem sekuler dengan sistem Islam. Karena, hanya sistem Islam, dengan pemimpinnya yang amanah, insya Allah akan mampu menyelamatkan perempuan sampai akar-akarnya.
Pembela Sejati
Islam sangat melindungi perempuan. Sudah sering dijabarkan, betapa rasa kasih sayang Allah SWT tercermin dalam syariat Islam yang mengatur peran dan kedudukan seorang perempuan. Seperti perempuan sebagai manajer rumah tangga, sehingga lebih banyak beraktivitas di ruang privat. Hal ini mempersempit peluang terjadinya bentuk-bentuk eksploitasi, kekerasan dan pelecehan terhadap perempuan.
Kalaupun orang di lingkungan tempat tinggalnya berpotensi melakukan kekerasan dan pelecehan, tetap jauh lebih kecil peluangnya dibanding perempuan itu dibiarkan berkeliaran dan dieksploitasi. Seperti kasus banyaknya TKW yang disiksa, bahkan dibunuh majikan. Semua tidak akan terjadi manakala TKW tersebut sudah ada yang menanggung nafkahnya sehingga tidak perlu bekerja.
Karena itu, sudah selayaknya para perempuan merindukan datangnya pemimpin yang benar-benar peduli, menjadi pelindung dan pengayom kaumnya. Hal itu pernah dicontohkan di masa Khilafah. Konon, dahulu di masa keemasan Islam ada seorang teladan abadi sepanjang masa. Ia adalah Khalifah Al-Mutasim dari dinasti Bani Abbasiyah (833-842 Masehi). Kisah heroik Al-Mutashim dicatat dengan tinta emas sejarah Islam dalam kitab al-Kamil fi al-Tarikh karya Ibn Al-Athir. Peristiwa bersejarah itu terjadi 223 Hijriyyah, dalam judul Penaklukan Kota Ammuriah.
Pada 837, Al-Mutasim Billah menyahut seruan seorang budak Muslimah yang konon berasal dari Bani Hasyim yang sedang berbelanja di pasar. Ia meminta pertolongan karena diganggu dan dilecehkan kaum Romawi. Kainnya dikaitkan ke paku sehingga ketika berdiri, terlihatlah sebagian auratnya.
Wanita itu lalu berteriak memanggil nama Khalifah Al-Mutashim Billah dengan lafadz yang legendaris "waa Mu’tashimaah!" yang juga berarti "di mana kau Mutashim, tolonglah aku!" Mendapat laporan mengenai pelecehan ini, sang Khalifah pun menurunkan puluhan ribu pasukan untuk menyerbu kota Ammuriah (Turki). Panjangnya barisan tentara ini tidak putus dari gerbang istana khalifah di Baghdad hingga Kota Ammuriah (Turki).
Ribuan tentara Muslim bergerak pada April, 833 Masehi dari Baghdad menuju Ammuriah. Kota Ammuriah dikepung oleh tentara Muslim selama kurang lebih lima bulan hingga akhirnya takluk di tangan Khalifah al-Mu'tasim pada tanggal 13 Agustus 833 Masehi. Sebanyak 30.000 prajurit Romawi terbunuh dan 30.000 lainnya ditawan. Pembelaan kepada Muslimah ini sekaligus dimaksudkan oleh khalifah sebagai pembebasan Ammuriah dari jajahan Romawi.
Setelah menduduki kota tersebut, khalifah memanggil sang pelapor untuk ditunjukkan di mana rumah wanita tersebut. Saat berjumpa dengannya ia mengucapkan "Wahai saudariku, apakah aku telah memenuhi seruanmu atasku?" Dan sang budak wanita ini pun dibebaskan oleh khalifah serta orang Romawi yang melecehkannya dijadikan budak bagi wanita tersebut.
Subhanallah! Begitu mulianya harga diri seorang perempuan, hingga Khalifah pun membelanya secara maksimal. Pemimpin seperti itulah yang senantiasa kita rindukan. Insya Allah, perempuan akan terlepas dari berbagai persoalan jika memiliki pemimpin amanah.[]kholda naajiyah

Berbisnis Tanpa Modal?







Muhammad Taufik Alfaraby
Founder & Mentor Sekolah Pengusaha Muslim Makassar
Anggota Lajnah Khusus Pengusaha HTI Makassar

Banyak orang beralasan tak berbisnis karena tak punya modal. Padahal kalau kita mau dan kreatif, ada banyak ide bisnis menjadi Muslim entrepreneur tanpa modal asal tahu caranya. Bagaimana caranya ?

Nabi kita Muhammad SAW sudah ikut berbisnis dengan pamannya Abu Thalib sejak kanak-kanak. Hingga beliau beranjak remaja Muhammad muda sudah belasan kali keluar negeri berdagang ke negeri Syam tanpa modal dengan membawa dagangan orang lain. Bahkan kepiawaian beliau dalam berbisnis mengundang decak kagum kompetitornya sehingga beliau digelari 'al Amin'.

Tanpa Modal

Tidak semua bisnis harus menggunakan modal (uang) sendiri. Anda bisa menggunakan leverage (daya ungkit), misalnya jika tidak punya modal duit gunakan DOL (Duit Orang Lain) seperti Muhammad muda bekerja sama dengan Siti Khadijah selaku investor dan beliau sebagai manajer ulung, pengelola yang tangguh dan profesional serta terpercaya. Kalau tidak punya tempat gunakanlah TOL (Tempat Orang Lain). Tidak punya keahlian, gunakan KOL (Keahlian Orang Lain).

Tentu ada caranya agar orang lain mau memberikan modal (DOL, TOL dan KOL) :

1. Miliki kelebihan yang tidak dimiliki orang lain (unik), seperti Rasulullah memiliki kredibilitas yang panjang dan teruji kepiawaiannya berbisnis.

2. Miliki ide produktif (yang menghasilkan) yang mudah dikomunikasi kepada investor (pemodal) sehingga keyakinannya tumbuh untuk kerja sama dengan Anda.

3. Miliki visi dan misi bisnis yang terarah dan jelas, yang manfaatnya selalu disandarkan kepada perintah dan larangan Allah SWT.

4. Miliki mentor (pembimbing) di bidang bisnis yang akan Anda tekuni, seperti Muhammad di masa kecilnya dimentoring oleh pamannya Abu Thalib.

5. Miliki kekuatan DST (Dhuha, Sedekah dan Tahajjud) untuk mendapatkan daya ungkit keridhaan Allah SWT agar bisnis yang kita kelola menghasilkan manfaat berupa 'berkat' dan berkah. Tentunya motivasi DST akan jauh lebih bermakna jika diarahkan bukan untuk semata-mata kepentingan kesuksesan bisnis kita namun mengharap ridha Allah SWT sebagai konsekuensi keimanan kita pada-Nya. Kalau Allah sudah ridha terhadap bisnis kita niscaya keberkahan akan turun dari langit.

Cara Memulai

Modal tidak selalu identik dengan uang. Modal juga bisa berupa ide, keahlian, punya tempat usaha, relasi, kejujuran Anda memegang amanah dan lain-lain. Jalan yang paling efektif memulai bisnis tanpa modal gunakan prinsip motivasi 2 K 1 A.

Pertama, Komunikasi (Kekuatan Silaturahim)
Kekuatan komunikasi sangat dahsyat jika Anda lakukan secara intensif. Bila Anda punya skill, komunikasikan pada orang lain agar pemilik modal bisa diyakinkan untuk bekerja sama dengan Anda. Boleh jadi keahlian Anda cocok dengan bidang yang mereka cari. Tempat tinggal Anda boleh jadi strategis untuk membuka lapangan usaha sesuai kebutuhan pasar.

Kedua, Komunitas (Kekuatan Berjamaah)
Pengalaman membuktikan bahwa cara paling cepat dan mudah menjalankan bisnis dengan cara berkomunitas. Masuki sebuah jamaah pengusaha karena dengan berkumpul dengan mereka Anda akan mendapatkan setidaknya tiga hal yaitu informasi bisnis dan peluang kerja sama, relasi yang banyak, dan ilmu bisnis ala pengusaha.

Bila sudah berjamaah akan saling bertemu calon pengusaha Muslim yang punya modal tapi tidak punya keahlian dan tidak punya tempat; punya tempat tetapi tidak punya modal dan tidak punya keahlian; dan punya keahlian tetapi tidak punya modal dan tempat usaha. Jika ketiga komponen ini disatukan dan melakukan aqad-aqad syar'i insya Allah kita bisa memulai bisnis.

Ketiga, Action dengan Doa dan Ikhtiar
1. Kekuatan Doa
Allah Swt telah memotivasi kita dalam Firman-Nya :
“…Bahwasanya Aku adalah dekat, Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila memohon kepada-Ku…” (TQS. Al Baqarah (2):186).
Doa memiliki kekuatan yang unlimited dahsyat dan berefek (tak terbatas) bagi orang-orang yang bersungguh-sungguh dan yakin dengan pertolongan Allah.

2. Kekuatan Tindakan
Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib seseorang (kaum) jika dia tidak merubah dirinya (action) dulu” (QS. Ar Ra'd (13):11)

Ayat di atas adalah kekuatan tindakan yang sangat menentukan nasib seseorang. Sebagai pengusaha Muslim Anda jangan pikirkan ketidakmampuan Anda melainkan pikirkan saja ke-Mahakuasaan Allah SWT.

Keberanian bertindak adalah ciri kesuksesan. Orang sukses selalu bertindak lebih banyak. Apapun bisnis Anda, bergerak di bidang jasa atau produk, hasilnya bisa Anda lihat kalau Anda action.

Ketika Anda sudah memiliki ide bisnis lakukan saat itu juga tindakan positif, tindakan yang produktif. Komunikasikan secepat mungkin agar lebih banyak orang tahu usaha Anda. Intinya, jangan pikirkan apa yang akan Anda kerjakan, tetapi kerjakan apa yang Anda pikirkan. Bersama Allah bisnis Anda akan penuh 'berkat' (profit yang tumbuh dan sinambung) dan berkah.[]

Sebuah Nasihat Dari Sayyid Quthb: Tuhan Baru Itu Bernama 'Maslahat Dakwah'


Ikhwahfillah rahimakumullah, hidup ini adalah sebuah jalan dimana kita akan dihadapkan oleh banyaknya tantangan dan godaan terhadap tauhid kita. Manusia diciptakan dengan penuh kelalaian lagi kehinaan. Ia bersimpul dalam diri kita. Mengakar kuat dalam ulu hati. Manusia-manusia Rabbani yang menjadikan tauhid sebagai esensi dalam dirinya kemudian harus sadar bahwa hanya kepadaNyalah kelemahan itu akan tertutupi jika kita senantiasa berpegang kepada tali buhul yang tak akan putus, yakni tali tauhid untuk hanya mengamba di jalan Allahuta'la.


Ikhwahfilah rahimakumullah, Asy Syahid Sayyid Quthb pernah menggariskan, bahwa dakwah pasti akan mengalami benturan, dimana kekuatan Al Haqq akan berkonfrontasi dengan Al Bathil. Di sini, Islam tidak bisa mengambil jalan damai, meletakkan Kebenaran untuk berkompromi dg kebathilan. Memadukan thesa dan anthithesa antara Islam dengan kejahiliyahan. Simpul-simpul Rabbani itu justru akan menguat seiring Islam lebih memilih untuk tunduk di jalan Kemuliaan, dan mengacuhkan nikmat hina-dina itu.
Fitnah kemenangan akhir zaman inilah yang mesti betul-betul diwaspadai oleh aktifis dakwah. Ia sesuai dengan bagaimana Rasulullah SAW bersabda,“Sesungguhnya di kalangan kamu nanti akan tertanam kemauan besar kedudukan (politik) dalam kerajaan.
Sesungguhnya yang demikian itu akan menjadikan kamu menyesal dan susah pada Hari Kiamat; Sebaik-baik ibu adalah yang mau menyusui anak (artinya sebaik-baik pemimpin adalah yang memperhatikan kepentingan rakyat), dan seburuk-buruk ibu adalah ibu yang tidak mau menyusui anaknya (artinya seburuk-buruk pemimpin adalah pemimpin yang tidak memerhatikan kepentingan rakyat). (Riwayat Bukhari dan Nasa’i).


Ikhwah fillah, tulisan ini lahir dari sebuah perenungan Asy Syahid, tentang cobaan dakwah yang akan senantiasa melingkupi tiap diri kita. Sebuah diri yang menasbihkan semata-mata mengabdikan hidup kepada Allahuta'ala meski kemenangan seakan-akan sudah di depan mata.


Dalam surat wasiat [1] untuk adiknya, Aminah Quthub, Asy Syahid Sayyid Quthb Rahimakumullah menulis :


Sulit bagi saya membayangkan bagaimana mungkin kita akan sampai pada tujuan mulia dengan menggunakan wasilah (alat bantu/perantaraan) yang kotor. Tujuan yang mulia hanya akan hidup di dalam hati nurani yang mulia pula. Karenanya, bagaimana mungkin nurani yang mulia itu mau menggunakan wasilah busuk lagi kotor. Atau –yang lebih ironis lagi- bahkan mendambakan hidayah dan pertolongan Allah melalui wasilah busuk itu ?


"Ketika kita telah tersesat dalam sebuah penyimpangan, sebagai dampak dari lumpur kesalahan yang kita lalui, maka tidak terelakkan lagi kita pasti akan berada dalam penyelewengan yang sangat kotor. Karena jalan yang penuh dengan lumpur pasti akan meninggalkan bekas kotor pada kaki orang-orang yang melewatinya. Demikian pula halnya dengan wasilah yang kotor, pastilah akan menimbulkan noda hitam yang akan terus menempel dan meninggalkan bekas kekotoran pada jiwa kita serta pada tujuan yang akan kita capai”.


Dalam Tafsir Fi Zilalil Qur’an, menjelaskan surah Al Hajj ayat 52, yang artinya


“Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang Rasul pun dan tidak (pula) seorang Nabi, melainkan apabila ia mempunyai sesuatu keinginan, syaitan pun memasukkan godaan-godaan terhadap keinginan itu. Allah menghilangkan apa yang dimasukkan oleh syaitan itu, dan Allah menguatkan ayat-ayat- Nya. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”. (QS Al Hajj 52)


Sayyid Quthub Rahimakumullah mengatakan :


“Panasnya pergolakan dan kecamuk pertarungan telah mendorong para aktifis dakwah sepeninggal Rasulullah Shollallohu 'alaihi wasallam untuk terus merupaya menegakkan Risalah ini. Namun di sisi lain tidak sedikit dari mereka yang kemudian mengambil jalan pintas dengan menggunakan berbagai wasilah, strategi dan metode yang melenceng dari kaidah dan manhaj dakwah yang telah dicontohkan oleh Rasulullah. Hal itu tidak lain disebabkan oleh ketergesa-gesaan dan ketidak sabaran untuk segera memperoleh kemenangan dan keberhasilan dakwah mereka.


"Jalan pintas itu adalah hasil ijtihad mereka atas apa yang mereka sebut dengan 'mashlahat dakwah'. Padahal yang dimaksud dengan mashlahat dakwah yang sebenarnya adalah sikap istiqomah dari para pengemban amanah dakwah agar senantiasa berada di atas manhaj dakwah yang telah dicontohkan oleh Rasulullah Shollallohu 'alaihi wasallam tanpa sedikit pun tergoda untuk berpaling darinya walau selangkah pun. Adapun hasil akhir dari dakwah adalah perkara ghaib yang tidak ada satupun yang tahu kecuali Allah Azza Wa Jalla wa Jalla.

"Dengan demikian tidak selayaknya bagi para aktifis dakwah menjadikan hasil akhir sebagai tolok ukur dan tujuan utama dakwah mereka. Kewajiban mereka hanyalah menegakkan dakwah di atas manhaj yang lurus dan bersih dari berbagai penyimpangan, seraya bertawakkal dan menyerahkan seluruh hasil usaha yang telah dilakukan dengan penuh istiqomah kepada Allah Azza Wa Jalla wa Jalla. Jika ini telah dilakukan, niscaya kebaikan lah yang akan diperoleh, apapun hasil yang dicapai.


"Ayat di atas mengingatkan mereka bahwa syaitan tidak akan pernah berhenti menghembuskan tipu daya dan godaan-godaannya terhadap para aktifis dakwah. Allah telah melindungi para Rasul dan nabi yang ma’shum sehingga mereka mampu membebaskan diri dari setiap tipu daya syaitan dan tetap istiqomah pada manhaj dakwah yang lurus. Namun tidak demikian halnya dengan para aktifis dakwah setelah mereka. Karena itu sudah seyogyanya bagi setiap aktifis dakwah agar berhati-hati dan waspada terhadap godaan syaitan ini dan tidak memberi kesempatan sedikit pun kepada syaitan untuk menjerumuskan mereka ke dalam kesesatan disebabkan oleh besarnya keinginan untuk segera mencapai keberhasilan dakwah dan memberikan 'mashlahat' bagi umat Islam.


"Tidak ada jalan lain, kalimat 'mashlahat dakwah' harus dibuang jauh-jauh dari kamus para aktifis dakwah, karena ia telah memalingkan mereka dari tujuan dakwah yang mulia dan menjadi pintu masuk syaitan untuk menyesatkan mereka setelah gagal menjerumuskan mereka melalui pintu mashlahat pribadi."


Lebih lanjut Sayyid Quthb menambahkan :


"'Mashlahat dakwah' telah menjelma menjadi berhala, Ilaah yang diibadahi oleh para aktifis dakwah dan menjadikan mereka melupakan manhaj dakwah Rasul yang murni dan orisinal. Karena itu, wajib bagi setiap aktifis dakwah untuk tetap istiqomah di atas manhaj Rasulullah Shollallohu 'alaihi wasallam serta dengan sekuat tenaga menjaga agar tidak tergoda oleh segala bujuk rayu yang pada akhirnya justru akan menghancurkan bangunan dakwah yang telah mereka bina.


"Ketahuilah bahwa satu-satunya bahaya yang harus terus diwaspadai oleh para aktifis dakwah adalah penyimpangan dari manhaj dakwah Rasulullah Shollallohu 'alaihi wasallam dengan alasan apapun, sekecil apapun penyimpangan itu.


"Karena sesungguhnya Allah lah yang lebih Mengetahui tentang mashlahat dibandingkan mereka. Sedangkan mereka tidak dibebani sama sekali untuk mewujudkan mashlahat itu. Mereka hanya diwajibkan atas satu hal saja: agar tidak menyimpang sedikit pun dari Manhaj Rasulullah Shollallohu 'alaihi wasallam dan tidak menyerah kalah lalu meninggalkan jalan dakwah yang penuh berkah ini “. [2]

Inilah esensi kemenangan sejati. Kemenangan yang hanya bersandar kepada manhaj kenabian. Kemenangan yang terbebas dari pencampuran antara kepentingan dunia dan akhirat meski hidup penuh onak dan duri. Inilah ciri generasi rabbani sejati ya ikhwah. Seperti bagaimana Asy Syahid menjelaskannya di bab-bab terakhir dari kitab monumentalnya, Ma'alim fiththariqh.

Sesungguhnya nilai yang paling berharga di dalam neraca Allah Ta’ala adalah nilai aqidah. Sesuatu yang paling laris dalam perniagaan Allah adalah iman. Kemenangan yang paling bernilai di sisi Allah ialah kemenangan ruh atas kebendaan, kemenangan aqidah menghadapi sakit dan sengsara, kemenangan iman menempuh badai fitnah dan ujian.

Di dalam kisah pembunuhan beramai-ramai di dalam parit api (Ashabul Uhdud), yang kita perbincangkan ini, nyata sekali kemenangan orang-orang beriman itu mengalahkan perasaan takut dan sakit. Kemenangan mengatasi godaan-godaan duniawi, kemenangan menghadapi fitnah, kemenangan kehormatan dan harga diri umat manusia di sepanjang zaman. Inilah kemenangan sejati !”. [3]

[1] Wasiat ini pertama kali dirilis oleh Majalah Al Fikr Tunisia edisi VI Maret 1959 dengan judul “Cahaya dari Kejauhan”.

[2] Tafsir Fi Zilalil Qur’an Juz 4 halaman 2435, Al Qoul An Nafiis Fit Tahdzir Min Khodi’ati Iblis (Mashlahah Da’wah) karangan Syaikh Abu Muhammad Al Maqdisi halaman 60 - 61

NB: Wasiat-wasiat dari tulisan Asy Syahid Sayyid Quthb dicopy dari penggalan Tulisan Ustadz Fuad Al Haizmi dengan judul "Tuhan Baru Itu Bernama "Maslahat Dakwah". (Pz)



Baca Juga________

Khilafah Ajaran Ahlus Sunnah Demokrasi Ajaran Penjajah

Berlepas Diri Dari Sistem Kufur

Kebobrokan Demokrasi (Sebuah Tinjauan Kritis)

Aktivis *******Tidak Faham Demokrasi

ISLAM MENANG BERSAMA DEMOKRASI?

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...