Inilah
revolusi yang sangat mengkhawatirkan Amerika Serikat dan Sekutu
Baratnya: Revolusi Syam. Kekhawatiran terutama muncul karena hingga
saat ini Amerika belum menemukan pengganti yang pas dari Bashar Assad
dan rezimnya. Berbeda dengan Arab Spring di kawasan lain, Amerika
relatif lebih mudah mencari pengganti kompradornya sehingga kepentingan
penjajahannya di kawasan itu menjadi relatif lebih terjaga dan aman.
Padahal melalui penguasa baru yang menjadi komprador Amerika ini
berbagai kebijakan Amerika untuk membajak perubahan hingga sejalan
dengan kepentingan Amerika bisa direalisasikan. Visi perubahan Amerika
untuk Arab Spring—berupa sekularisme berbalut Islam—dengan mengiring
perubahan ke arah demokratisasi (negara demokrasi sekuler) bisa
diwujudkan.
Konsep-konsep seperti dawlah madaniyah (negara madani) dan al-Islam al-Mu’tadil (Islam
moderat) menjaga jargon-jargon baru untuk menutupi ide pokok yang
sebenarnya, yaitu Kapitalisme dengan asas sekularismenya. Visi ini juga
cukup sukses, paling tidak hingga saat ini, dalam menyesatkan sebagian
umat Islam yang tidak sadar yang menganggap ide-ide demokrasi dan
sekular itu sejalan dengan Islam. Apalagi dalam rangka memperkuat visi
sekularisme berbalut Islam ini Amerika menggunakan kelompok-kelompok
Islam atau tokoh-tokoh Islam.
Di Tunisia, Amerika dan negara sekutu Baratnya bisa tetap mengontrol
perubahan melalui militer Tunisia yang masih menunjukkan loyalitasnya
kepada Barat. Menguasai militer tentu sangat penting sebagai robot
penjaga dan mesin pemukul dan siapapun yang berseberangan dengan Amerika
atau mengancam kepentingan mereka.
Amerika pun bisa bernapas lebih lega karena visi demokratisasi yang dia
tawarkan berjalan mulus. Kekuatan-kekuatan politik di negeri itu memilih
membangun Tunisia yang demokratis dan sekular namun berbalut baju
Islam. Amerika dan sekutunya juga berhasil memanfaatkan keberadaan
kelompok Islam seperti an-Nahdhah sebagai pemain utamanya. Kelompok ini
pun sibuk berkampanye dan membela diri untuk menunjukkan bahwa mereka
bukan kelompok Islam fundamentalis, puritan. Secara terbuka mereka juga
bukan menolak dikatakan memperjuangkan syariah Islam, apalagi Khilafah.
Semua ini mereka lakukakan untuk mendapatkan kepercayaan dari Amerika
dan sekutu Baratnya sebagai pemain politik baru.
An-Nahdhah, yang muncul sebagai partai terbesar dalam Pemilu demokratis
pertama di Tunisia, telah menyatakan pihaknya akan terus menjaga pasal
pertama Konstitusi 1956 dalam hukum konstitusi baru yang sedang
dirancang. Ayat ini mengabadikan pemisahan agama dan negara, saat
dinyatakan bahwa: Tunisia
adalah negara yang merdeka dan berdaulat, agama adalah Islam, bahasanya
adalah bahasa Arab dan merupakan sebuah republik.
“Kami tidak akan menggunakan hukum untuk memaksakan agama,” kata
pemimpin an-Nahdhah, Rachid Ghannouchi, kepada wartawan setelah komite
konstituen partai memilih mempertahankan ayat konstitusi.
Dia menambahkan, ”Ayat tersebut merupakan obyek konsensus di antara
semua elemen masyarakat yang melestarikan identitas Tunisia sebagai
negara Arab-Muslim serta menjamin prinsip-prinsip negara demokratis dan
sekuler.”
Hal yang lebih kurang sama juga terjadi di Mesir. Hingga saat ini Dewan
Tertinggi Angkatan Bersenjata (SCAF) yang dipenuhi oleh para jenderal
warisan Mubarak masih berkuasa penuh mengontrol Mesir. Untuk mengokohkan
kedudukannya Dewan Militer ini membubarkan Parlemen Mesir dan
mengarahkan Dewan Konstituante yang akan membuat UU baru Mesir untuk
tetap menjadikan Mesir sebagai negara sekular bukan Negara Islam. Dewan
Militer ini juga masih memberikan loyalitasnya kepada Amerika dan
sekutunya.
Visi perubahan Amerika—sekularisme berbalut Islam—dengan pas bisa
diwujudkan oleh partai yang berasal dari gerakan Islam Ikhwanul
Muslimun. Presiden Mursi dengan sigap menampilkan dirinya sebagai
pemimpin yang pluralis. Untuk memperkuat citra itu, partai ini pun
menolak mentah-mentah hendak menjadikan Mesir menjadi Negara Islam yang
akan menerapkan syariah Islam secara sempurna. Mesir tetap menjalin
hubungan diplomatik dengan entitas penjajah Zionis Israel dan
mempertahankan perjanjian damai Camp David.
Kerjasama dengan IMF dan Bank Dunia yang merupakan organ penjajahan
ekonomi Kapitalisme pun tetap berjalan. Untuk menyelesaikan persoalan
ekonomi Mesir, Mursi memilih untuk meminjam dana dari IMF. Padahal
semua tahu, meminta bantuan dari IMF bukan saja akan menghancurkan
ekonomi negara, tetapi juga merupakan jebakan politik yang mematikan.
Apalagi pinjaman itu mengandung riba yang jelas-jelas diharamkan dalam
Islam. IMF secara resmi memberikan pinjaman 4,9 miliar dolar. Perdana
Menteri Mesir Hesham Qandil menyatakan pinjaman ini harus dibayar dalam
waktu 5 tahun dengan suku bunga 1,1 persen.
Di Libya, Amerika mendapatkan jaminan—meskipun tidak sempurna—terhadap
kepentingannya melalui Dewan Transisi Nasional Libya (NTC). Dewan ini
secara umum bisa dikontrol oleh ‘orang-orangnya’ Amerika, meskipun
terdapat juga kelompok Islam di dalamnya.
Amerika dan sekutu Baratnya pun menjadi lebih lega karena dalam Pemilu
pertama Libya pasca tumbangnya Khadafi partai nasionalis menang. Aliansi
Kekuatan Nasional (NFA) yang dipimpin mantan Perdana Menteri sementara
Mahmoud Jibril mendapatkan 39 dari 80 kursi Majelis Nasional Libya yang
disediakan untuk partai politik.
Namun, berbeda dengan Mesir, Libya tidak memiliki tentara yang
sepenuhnya mapan. Pasca jatuhnya Gaddafi dan rezimnya, Libya tidak
memiliki otoritas politik terpusat. Kekuatan tetap di tangan milisi
bersenjata, dan tidak satu pun dari mereka yang cukup kuat untuk mulai
bertindak sebagai kekuatan militer nasional. Libya masih dikendalikan
oleh jaringan milisi bersenjata. Banyak di antara mereka mewakili
suku-suku yang kuat. Untuk lebih mengamankan kedudukannya saat ini,
agenda Amerika berusaha membentuk militer nasional Libya yang terpusat
namun dikendalikan oleh pemimpin yang sekular.
Terbunuhnya Dubes AS Christopher Stevens dan tiga staf Konsulat Jenderal
AS di Benghazi dalam aksi pembelaan terhadap Rasulullah saw., digunakan
oleh Amerika melalui kaki-tangannya untuk menghabisi milisi-milisi
bersenjata yang berideologi Islam. Koran New York Times edisi
Senin (15/10) melaporkan pemerintahan Barrack Obama pada bulan lalu
telah mendapatkan persetujuan Kongres AS memberikan dana sebesar US $8
juta dari anggaran operasi Pentagon dan bantuan kontra terorisme yang
semula diberikan kepada Pakistan kepada Libya. Dana tersebut digunakan
untuk membantu Pemerintah Libya membentuk pasukan komando Libya
berkekuatan 500 personil pada tahun depan. Pasukan operasi khusus AS
akan melatih pasukan komando Libya tersebut guna memerangi “teroris
Islam” di Libya.
Kekhawatiran yang lain dari Barat sekarang ini terhadap situasi Suriah
adalah menguatnya kelompok revolusioner yang menginginkan penerapan
syariah Islam dan Khilafah di negeri Syam itu. Para revolusioner ini pun
secara terbuka menentang visi Arab Spring ala Amerika—sekularisme
berbalut Islam. Medan jihad di bumi Syam juga telah mengundang kaum
Muslim di seluruh dunia untuk berjihad fi sabilillah untuk menenteng
rezim thaghut Ba’ats, Bashar Assad.
Seperti biasa, Barat melalui medianya melakukan penyesatan politik,
dengan mengaitkan kelompok yang berjihad ini dengan terorisme dengan
tudingan memiliki agenda radikal. Dalam laporannya, Komisi PBB yang
melakukan penyelidikan di negara tersebut mengatakan kehadiran para
militan asing, Islam radikal atau para jihadi, membuat Barat khawatir.
Kepala Komisi Sergio Pinheiro kepada wartawan hari Selasa (17/10)
memperkirakan ada ratusan kombatan asing yang ikut bertempur di Suriah.
Pinheiro menambahkan bahwa komisi itu khawatir para kombatan asing ini
tidak berjuang untuk “membangun negara demokratis di Suriah”, tetapi
“untuk agenda mereka sendiri.”
Exit Strategi Model Yaman
Bagi Amerika dan sekutu Baratnya, cara yang paling aman untuk
menyelesaikan krisis Suriah adalah dengan menggunakan model Yaman.
Pasalnya, intervensi militer langsung seperti yang dilakukan terhadap
Libya membutuhkan dana yang besar dan sulit diduga hasilnya.
Berdasarkan model Yaman, Barat mempersiapkan orang lingkaran dalam
Presiden Yaman sendiri, yaitu Wapres Abd a-rRab Mansur Hadi menjadi
pejabat presiden baru. Transisi ini dibantu oleh negara-negara
sekitarnya seperti Saudi Arabia. Setelah itu diadakan Pemilu yang
dikesankan demokratis pada Februari 2012 yang dimenangkan secara telak
oleh Hadi.
Rencana non-militer model Yaman ini membutuhkan satu unsur kunci:
diplomasi harus dipimpin oleh aktor-aktor regional, bukan PBB atau
Barat. Transisi bergaya Yaman kemudian akan bisa mempertahankan struktur
negara Suriah yang pro-Barat termasuk elit korup yang lama tidak
merasa terancam. Dengan model Yaman ini mereka berharap, Assad bisa
mengundurkan diri, stabilitas muncul, dan Pemilu demokratis yang sejalan
dengan Barat bisa dilakukan.
Untuk merealisasikan model Yaman ini, Amerika Serikat menggunakan
jaringan regional pendukungnya, seperti Arab Saudi, Mesir dan Turki.
Melalui Menteri luar negeri Turki Ahmed Davutoglu, Amerika datang
dengan membawa usulan lama yang diperbarui agar Wakil Presiden Suriah
Farouk as-Sharaa menggantikan presiden antek Amerika Bashar sebagai
kepala pemerintahan transisi untuk menghentikan perang sipil yang
terjadi di Suriah.
Oglu mengatakan, ash-Shara adalah seorang yang punya pikiran dan hati
nurani. Ia tidak turut serta dalam pembantaian di Suriah dan tidak ada
seorang pun yang lebih mengetahui sistem di Suriah dari dia. Oglu
beranggapan bahwa oposisi cenderung menerima ash-Shara untuk memimpin
administrasi Suriah pada masa depan. Belum selesai Oglu dengan
penyesatan-penyesatan ini, sudah muncul pernyataan dukungan pihak
oposisi yang menyatakan diri mereka sebagai Dewan Nasional yang menjadi
alat Amerika.
Usulan ini adalah usulan Amerika yang dilontarkan oleh Amerika melalui
mulut Oglu maupun selain dia. Padahal sangat jelas Farouk ash-Shara ini
adalah seorang pengikut Ba’ats, sekular dan selama ini dipelihara dan
dibesarkan oleh Hafezh Asad si bapak dan diwarisi oleh Bashar Asad si
anak. Ash-Shara ini telah bekerja sebagai menteri luar negeri pada zaman
Hafezh Asad selama 15 tahun. Kemudian ia menjabat Wakil Presiden
Bashar Asad pada masa pemerintahannya.
Hal itu jelas-jelas memberikan deskripsi yang gamblang tentang keridhaan
penjahat Bashar dan bapaknya kepada ash-Shara. Baik Hafezh maupun
Bashar sama sekali tidak membiarkan orang yang menyalahi keduanya meski
sekecil apapun. Walhasil, kalau model Yaman ini terealisasi, Suriah akan
tetap dalam kendali dan kontrol negara-negara imperialis. Ini jelas
merupakan pengkhianatan terhadap darah para syuhada yang telah
tertumpah! [Farid Wadjdi]
Seruan Hizbut Tahrir Wilayah Suriah
Untuk mewaspadai ancaman model Yaman ini terhadap tujuan mulia Revolusi
Suriah, Utsman Bakhasy Direktur Maktab I’lami Pusat Hizbut Tahrir (23
Dzulqa’dah 1433 H/09 Oktober 2012 M) memberikan nasihat dan peringatan.
Berikut kutipannya:
Hati-hati dan waspadalah! Dia antek Amerika di kawasan ini. Oglu tampil
berbicara mengatas-namakan Anda. Dia berkata, “Oposisi Suriah cenderung
menerima ash-Shara untuk memimpin tahapan transisi.”
Jika yang dia maksudkan adalah Anda, maka dia itu adalah orang yang
melakukan konspirasi yang ingin menjerumuskan Anda ke dalam rencana
jahat yang melanggengkan Anda dalam pertempuran dan situasi yang membuat
para wanita Anda menjadi janda, tanpa ada perubahan sedikitpun.…Jika
yang dia maksudkan adalah Dewan Nasional maka Dewan ini bukan bagian
dari Anda. Pihak yang mendirikan Dewan itu adalah Amerika. Keinginan
mereka tidak lain adalah melaksanakan rencana-rencana Amerika dalam
mengaborsi revolusi Anda dan merealisasi negara sipil yang tunduk kepada
Amerika, meminggirkan agama Anda yang lurus dari urusan apapun di
antara urusan dunia dan akhirat Anda!
Siapa saja yang beranggapan bahwa Amerika menginginkan kebaikan di dalam
revolusi Anda maka hendaknya dia segera sadar diri sebelum terlambat.
Perdana Menteri Erdogan telah membuat kita kenyang dengan ucapannya. Dia
menawarkan kepada Anda untuk menerima rezim penjahat ini seperti sedia
kala, dengan seluruh kejahatan dan kebrutalannya, dengan disertai
penggantian deskriptif yang menjaga rezim penjahat dengan disertai
pemaafan terhadap presiden rezim jagal Damaskus, berdasarkan apa yang
sudah berlagsung di Yaman!
Wahai orang-orang yang melakukan revolusi di negeri Syam. Anda harus
menyatukan segenap upaya Anda dan waspada terhadap konspirasi
musuh-musuh dari sekeliling Anda. Anda harus bertawakal kepada Allah
dengan menjadikan revolusi Anda menjadi revolusi yang ikhlas untuk Allah
SWT, tidak disekutui oleh siapapun. Di dalamnya tidak ada bagian
sedikit pun untuk Barat. Potonglah tangan-tangan Barat dari sekeliling
Anda. Campakkan Barat dan alat-alat lokalnya yang memiliki nama yang
sama dengan kita, dan berasal dari generasi kita. Akan tetapi, mereka
mempromosikan racun Barat penjajah, terutama Amerika yang melindungi
rezim bapak dan anak di Suriah. Menjungkalkan rezim itu bukan berarti
menggulingkan kepala rezim saja, tetapi adalah dengan mencabut rezim itu
dari akarnya hingga ujung daunnya.
Berjuanglah sungguh-sungguh dan dengan penuh kesungguhan bersama Hizbut
Tahrir untuk menegakkan agama Allah di tengah-tengah Anda dengan
mewujudkan Daulah Islam, Daulah Khilafah ar-Rasyidah…Tidak ada yang
menyelamatkan kami dan Anda kecuali Allah. Tidak ada kemuliaan untuk
kami dan Anda kecuali dengan agama-Nya. Tidak ada keamanan kecuali
dengan Daulah Islam yang akan melindungi kehormatan, darah dan harta
kita serta membuat Rabb kita ridha kepada kita.
øŒÎ)ur ãä3ôJtƒ y7Î/ z`ƒÏ%©!$# (#rãxÿx. x8qçGÎ6ø[ãŠÏ9 ÷rr&
x8qè=çGø)tƒ ÷rr& x8qã_Ìøƒä† 4 tbrãä3ôJtƒur ãä3ôJtƒur ª!$# (
ª!$#ur çŽöyz tûïÌÅ6»yJø9$# ÇÌÉÈ
Mereka memikirkan tipudaya dan Allah menggagalkan tipu aya itu. Allah sebaik-baik Pembalas tipudaya (QS al-Anfal [8]: 30)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar