JAKARTA, - Pemberantasan
korupsi di sektor Energi dan Sumber Daya Mineral masih lemah. Padahal
potensi terjadinya tindak pidana korupsi di sektor tersebut cukup besar.
"Potensi tindak pidana korupsi di hulu dan hilir Migas serta transfer pricing di
sektor pertambangan mineral yang tidak banyak tersentuh oleh penegak
hukum," ujar Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) DPR RI Tjatur
Sapto Edy. dalam rilisnya kepada Pers, di Jakarta, Senin (12/11/2012).
Menurut Tjatur permasalah ini juga dia ungkapkan saat menjadi keynote speaker pada
Indonesia Focus Conference di Michigan State University (MSU), East
Lansing, Michigan, Amerika Serikat, 9-10 November 2012 lalu.
Pemberantasan korupsi di sektor energi, menurut Tjatur sangat sulit
sekali jika hanya di bebankan pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Maka itu, harus bekerja sama dengan dua penegak hukum lainnya, yakni
Kepolisian dan Kejaksaan.
"Seharusnya ada road map pemberantasan
korupsi bersama, antara KPK, Polri dan Kejaksaan. Selain itu ada yang
berkonsentrasi mencegah serta menindak kebocoran di sektor ini, karena
potensi kerugian negara sektor ini sangat besar," ujarnya.
Wakil Ketua Komisi III DPR RI ini menegaskan, pemerintah Indonesia perlu
menata ulang soal kontrak-kontrak Migas seperti Blok Tangguh dan Blok
Cepu supaya keuntungannya lebih perpihak kepada Indonesia.
"Soal pertambangan mineral, ada lima hal yang harus dilakukan. Royalti
bahan tambang minimum 10 persen, pertambangan strategis seperti emas
harus 51 persen sahamnya dikuasai negara, keharusan membangun smelter di
dalam negeri, pengembalian lahan konsesi yang tidak ditambang, serta
penggunaan sumber daya lokal," paparnya.
Selain perkara korupsi, sudah seharusnya pemerintah berani beralih
minyak bumi ke energi yang lebih murah dan ramah lingkungan seperti gas.
"Hal itu berguna untuk menjamin keamanan energi masa depan," kata
Tjatur.
[ ben / sinews/www.globalmuslim.web.id]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar