Pages

Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki. Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi. Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baik perlakuan, ia belajar keadilan. Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang & persahabatan, ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan

Senin, 07 November 2011

Panca Indera Umat


gambar-sujud1.jpg (600×400)






















RUU Intelijen akhirnya disahkan oleh DPR menjadi UU, 12 Oktober 2011. Diam-diam. Kesembilan fraksi sepakat mengesahkan UU tersebut. Masyarakat tak banyak yang menentang. Suara pihak yang menolak pengesahan tersebut nyaris tak terdengar, atau tak didengar.
Hal ini tidak mengherankan. Beberapa bulan lalu, pimpinan pusat enam belas ormas Islam yang dikoordinatori oleh Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) beraudiensi dengan Komisi I DPR-RI. Ada hal menarik saat itu. Beberapa anggota DPR mengatakan bahwa RUU ini adalah inisiatif DPR. “Karenanya, ini adalah usulan rakyat. Pasti untuk rakyat,” ujar seorang anggota DPR kala itu.
Dari pemandangan sekilas tersebut sudah tampak bahwa peluang besar RUU ini dengan cepat akan segera disahkan. Mimik dan bahasa tubuh kebanyakan anggota DPR yang hadir saat itu menunjukkan kebanggaannya dapat menginisiasi RUU intelijen.
Sebenarnya, ada hal aneh. RUU tersebut pernah diajukan tahun 2002 oleh Pemerintah. Isinya tidak jauh berbeda. Namun, waktu itu RUU tersebut ditolak masyarakat. Ditundalah pembahasan. Belakangan RUU serupa muncul atas dasar inisiatif DPR. Itulah RUU Intelijen yang baru disahkan tersebut. Aneh. RUU serupa yang dulu ditolak kini sangat mulus. Hanya satu sebabnya, dulu yang mengajukan Pemerintah, sekarang DPR. Pasti ada suatu permainan!
Arus penolakan cukup kuat. Kalangan aktivis LSM dan aktivis HAM banyak menolak. Pimpinan ormas Islam pun banyak yang menyatakan penolakannya. Salah satunya terungkap dalam ‘Temu Tokoh’ pada 8 Oktober 2011. Saharudin Daming dari Komnas HAM menegaskan bahwa dari sudut HAM RUU Intelijen banyak yang melanggar HAM. “RUU ini bila disahkan akan melahirkan rezim represif,” tegasnya.
Realitas mulusnya pengesahan UU Intelijen tersebut lebih mencerminkan bahwa isu HAM dipakai dengan kepentingan. Bila menyangkut kepentingan penguasa dan para wakil rakyat maka HAM dipinggirkan. Ahmad Michdan dari Tim Pengacara Muslim (TPM) menegaskan bahwa dari pengalaman kasus-kasus yang dia tangani selama ini terlihat bahwa RUU tersebut menjadikan dakwah Islam dan aktivis Islam sebagai sasaran. Menurut dia, hanya ada satu kata, “Tolak!” Hal ini diamini oleh para tokoh lain.
Yang sering luput dari perhatian adalah apa yang disampaikan Farid Wajdi dari Lajnah Siyasiyah HTI. Salah satu yang dianggap berbahaya dalam UU itu adalah aktivitas yang mengganggu ketahanan ekonomi.Padahal, tatanan ekonomi yang diterapkan sekarang adalah ekonomi Kapitalisme. Artinya, ‘mengganggu tatanan ekonomi’ yang dimaksud adalah mengganggu ketahanan ekonomi kapitalisme. Siapa saja yang menolak kebijakan kapitalis atau neolib seperti privatisasi BUMN atau menentang riba yang merupakan tulang punggung ekonomi Kapitalisme dapat dituduh mengganggu ketahanan ekonomi. Siapa saja yang menyerukan pemakaian emas dalam mata uang akan dituding sebagai pengganggu tatanan ekonomi karena dianggap akan mengganti dolar atau rupiah.
UU Intelijen sudah disahkan DPR. Anjing menggonggong kafilah tetap berlalu. Ungkapan ini pas untuk DPR yang telah mengesahkan UU Intelijen.
Satu hal yang juga penting dicatat adalah setiap akan disahkan suatu UU yang rentan mendapatkan penolakan, niscaya akan muncul situasi berupa ‘kegaduhan’ politik. Begitu juga dalam RUU ini. Saat ramai-ramainya pembicaraan tentang RUU Intelijen, mencuatlah kasus Nazarudin. Terseretlah banyak nama. Bahkan Presiden sampai harus langsung memberi instruksi; berbeda dengan kasus Nunun yang sampai saat ini dibiarkan. Muncul pulalah kasus ‘Bom Cirebon’ yang menewaskan pelakunya saja. Beberapa hari sebelum pengesahan UU tersebut, terjadi kasus ‘Bom Solo’ yang juga hanya menewaskan pelakunya saja. Perhatian masyarakat memokus pada kejadian-kejadian yang diekspos besar-besaran tersebut. Lupa ada RUU Intelijen. Sebagian aktivis berteriak menolak RUU Intelijen. Suara mereka seperti tiada, termakan oleh kegaduhan itu. Di tengah kegaduhan politik dan kejanggalan kasus bom inilah lahir UU Intelijen.Empat jam setelah pengesahan, barulah ada seorang tokoh mengirim SMS ke saya, “Akhi, tolong pelajari UU Intelijen yang baru disahkan.Adakah yang perlu ditanggapi?” Saya hanya mengatakan bahwa beberapa kali para pimpinan ormas telah mengkaji dan bersikap.Intinya, secara keseluruhan UU tersebut akan mendorong lahirnya rezim represif.
Apa yang terjadi? Salah seorang anggota Komisi I yang menentang RUU Intelijen pernah ‘ngedumel’ di hadapan saya. “Bagaimana, mereka itu banyak yang tidak paham tentang akibat RUU seperti ini.” Ternyata beberapa kalangan memang tidak dapat mengikuti perkembangan yang ada sehingga tidak memiliki informasi yang cukup sebagai landasan bersikap. Akibatnya, mereka dingin-dingin saja. Saat saya dan beberapa kawan silaturahmi ke beberapa tokoh, ternyata hal serupa ditemui. Mereka belum memahami apa hakikat RUU tersebut.
Merujuk pada kenyataan ini setidaknya ada dua hal yang penting dikembangkan. Pertama: memang perlu ada sekelompok umat Islam yang menjadi panca indera bagi umat. Merekalah yang senantiasa mendengar, mencium, melihat, merasa dan meraba berbagai persoalan yang dapat membahanyakan umat. Mereka memperhatikan masalah keumatan setiap hari. Dengan begitu, setiap perkara yang merugikan Islam dan umatnya selalu dapat diketahui. Rasulullah mengisyaratkan hal ini, “Siapa saja yang bangun pagi, namun tidak memperhatikan urusan kaum Muslim maka ia bukan dari golongan mereka.” (HR al-Baihaqi).
Kedua: mereka yang menjadi panca indera bagi umat ini terus secara kontinu melakukan upaya peningkatan taraf berpikir (irtifa’ al-fikri) dan menanamkan kesadaran politik (wa’yu siyasi). Kesadaran politik yang rendah tidak akan melahirkan sikap yang tepat. Oleh sebab itu, dakwah yang sifatnya politik (dakwah siyasi, islam siyasi) merupakan perkara vital dalam kehidupan umat Islam. Hanya dengan carademikian umat tidak akan diombang-ambing seperti buih. Tanpa ini semua, umat mulia ini akan tertutup kepekaannya hanya sekadar oleh kegaduhan politik yang diciptakan. []

Tidak ada komentar:

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...