Di
tengah minimnya jam pelajaran agama di kelas, kehadiran ROHIS sebagai
wadah kegiatan ekstrakurikuler sangatlah urgen. Rohis dapat meningkatkan
sikap religius siswa. Melalui rohis siswa memiliki kesempatan yang
cukup besar untuk mengikuti kegiatan-kegiatan keagamaan. Sebut saja
kegiatan MABIT (Malam Bina Iman dan Taqwa). Dalam kegiatan satu malam
ini para siswa bisa mendapatkan suasana religius yang jarang didapati di
rumah. Sepanjang malam seluruh siswa berkesempatan untuk bersama-sama
mendekatkan diri kepada Allah SWT. Bisa berupa sholat Isya berjamaah,
sholat tahajjud, dan tadarus Al-Qur’an. Kegiatan ini secara langsung
dapat membantu pembiasaan memanfaatkan waktu malam untuk ibadah. Selain
itu di dalam wadah rohis para siswa dapat meningkatkan pemahaman
keislaman melalui kajian hadits, fiqih, aqidah, akhlak, dan tarikh.
Bukan hanya itu, kajian khusus untuk membahas problematika remaja
dengan cara pandang Islam menjadikan para siswa memiliki kepribadian
yang Islami (syakhshiyah Islamiyah). Mereka menjadi siswa yang
memahami halal dan haram, terikat dengan aturan agama dan taat
beribadah. Semua itu akan menjadi pondasi awal bagi mereka jika kelak
menjadi pemimpin ataupun yang dipimpin di dalam masyarakat. Kehadiran
rohis setidaknya menjadi solusi mengeliminir tawuran antar pelajar yang
kini marak terjadi.
Menurut data KPAI (Komisi Perlindungan Anak
Indonesia) angka tawuran
pelajar terus meningkat dari tahun ke tahun. Data di Jakarta misalnya
(Bimmas Polri Metro Jaya), tahun 1992 tercatat 157 kasus perkelahian
pelajar. Tahun 1994 meningkat menjadi 183 kasus dengan menewaskan 10
pelajar, tahun 1995 terdapat 194 kasus dengan korban meninggal 13
pelajar dan 2 anggota masyarakat lain. Tahun 1998 ada 230 kasus yang
menewaskan 15 pelajar serta 2 anggota Polri, dan tahun berikutnya korban
meningkat dengan 37 korban tewas. http://www.kpai.go.id.
Sementara itu Ketua Umum Komnas Anak Arist Merdeka Sirait menyatakan
sepanjang enam bulan pertama tahun 2012 lembaganya mencatat ada 139
kasus tawuran pelajar, lebih banyak dibanding periode sama tahun lalu
yang jumlahnya 128 kasus. (tribunews.com)
Terkini, tawuran antar pelajar telah
menelan 2 korban jiwa, Deni
Januar (17) pelajar SMK Yayasan karya 66 (Yake) dan Alawy siswa SMAN 6.
Mensikapi maraknya tawuran antar pelajar para pakar pendidikan selalu
memasukan faktor lemahnya pendidikan agama sebagai salahsatu penyebab
siswa tawuran disamping faktor ekonomi, lemahnya perhatian orang tua dan
buruknya lingkungan. Disinilah relevansi pentingnya kehadiran rohis di
sekolah.
Namun sayang, rohis yang menjadi salah satu
wadah pembentukan
karakter siswa yang berakhlak ini, kini dituding sebagai sarang teroris.
Basis rekrutmen generasi muda teroris. Dalam Program dialog Metro TV,
narasumber Guru Besar Universitas Islam Negeri Jakarta Bambang Pranowo
menyampaikan hasil ‘penelitiannya’. Menurutnya ada lima pola rekrutmen
teroris muda. Salah satunya melalui ekstrakurikuler di masjid-masjid
sekolah. Pada tayangan grafik versi Pranowo, Metro TV membubuhkan judul
yang sangat provokatif “Awas, generasi Baru teroris! sungguh
tuduhan yang sangat keji!
Apa yang disampaikan Pranowo dan Metro TV
semakin menguatkan keyakinan banyak orang bahwa war on terrorism is
war against Islam.
Ini adalah stigma. Stigma yang dimaksudkan
untuk membunuh karakter
rohis, aktivisnya dan ajaran Islam. Stigma ini adalah terror yang
menakut-nakuti agar para siswa menjauh dari rohis. Terror bagi orang tua
siswa agar tidak mengizinkan putra-putrinya aktif bersama rohis. Dan
teror terhadap institusi sekolah agar menutup kegiatan rohis, jika tidak
ingin dicap melindungi base camp pembinaan teroris.
Stigma seperti ini persis sama dengan yang
dilakukan para pemuka
Mekkah saat menghadang laju dakwah Rasulullah SAW. Mereka menyebut
Muhammad SAW sebagai orang gila, dukun atau tukang sihir. Dengan cara
begitu mereka berharap manusia menjauhi Nabi SAW dan mengabaikan
dakwahnya. Para pengikut Muhammad pun mereka katakan sebagai orang-orang
bodoh yang senang membuat kerusakan (QS Al Baqarah [2]: 12-13)
Namun stigma itu tidak menyurutkan langkah
dakwah Rasulullah SAW
bersama para sahabat ra. Keimanan mereka kepada Islam bertambah kuat.
Mereka tidak gentar sedikitpun meski mengalami penyiksaan dan isolasi
sampai Allah memenangkan dan memuliakan mereka dengan Islam.
Demikianlah juga seharusnya dengan rohis,
tetap maju mengembangkan
program-programnya, tidak gentar oleh terror hingga Allah menampakkan
makar jahat pihak-pihak yang memusuhi Islam. Umat pun akan bangkit
membela Islam.
Sekolah perlu memberikan ruang gerak yang
luas kepada Rohis agar
dapat merealisasikan programnya dengan memberikan dukungan fasilitas,
dana, dan waktu. Terakhir, dukungan dari orang tua kepada putra-putrinya
untuk mengembangkan kemampuan berorganisasi dengan memberikan
kepercayaan bahwa berorganisasi di Rohis akan membentuk sikap yang baik
dan bermanfaat. Karena jika teror ini berhasil menciutkan nyali
anak-anak rohis, para orang tua dan pihak sekolah maka rohis akan bubar.
Tidak ada lagi wadah kreativitas siswa yang dapat memupuk dan
menguatkan keimanan para pelajar di sekolah. Meng ‘iyakan’ pendapat para
pakar pendidikan, tanpa pemahaman agama bukan mustahil tawuran antar
pelajar akan terus meningkat. Rohis hilang tawuran datang. Wallahu
‘Alam bi Ash shawab.[] [www.globalmuslim.web.id]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar