Pages

Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki. Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi. Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baik perlakuan, ia belajar keadilan. Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang & persahabatan, ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan

Kamis, 05 Januari 2012

Komodifikasi Pendidikan Indonesia :Konsekuensi Ekonomi Neoliberal



Caria Ningsih, SE, MSi
(Dosen Ekonomi, & Pengurus Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam,
Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis, Universitas Pendidikan Indonesia)

Dunia pendidikan Indonesia seolah mendapat ‘angin surga’ atas putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 13/PUU-VI I 2008, tentang bahwasannya pemerintah harus menyediakan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN dan APBD untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. Pemerintah pun segera merespon keputusan MK tersebut. APBN 2011, anggaran pendidikan sebesar Rp 225,2 triliun atau 20% dari APBN.
Namun faktanya peningkatan anggaran pendidikan pada APBN 2011 tidak mampu menghilangkan ‘nuansa’ liberalisasi maupun komersialisasi (komodifikasi) pendidikan Indonesia.UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003, Pasal 53 UU Sisdiknas yang memerintahkan agar penyelenggara dan/atau satuan pendidikan formal yang didirikan oleh Pemerintah atau masyarakat berbentuk badan hukum pendidikan. Walapun UU BHP telah dibatalkan oleh MK, namun sekarang bergulir RUU PT yang memiliki semangat yang sama, yaitu otonomi lembaga pendidikan. Akuntabilitas, transparansi serta efisiensi birokrasi dianggap sebagai solusi dari permasalahan pendidikan di Indonesia, yang dinilai bersumber dari inefisiensi birokrasi. Namun di balik itu semua, berubahnya bentuk institusi pendidikan menjadi Badan Hukum akan mengeliminasi penjaminan Negara terhadap masyarakat dalam memperoleh pendidikan. Hal ini merupakan penyelewengan terhadap tujuan dan filosofi
pendidikan Indonesia.
Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (DITJEN-DIKTI), Dengan rumusan UNESCO meratifikasi Program Jangka Panjang Pendidikan Tinggi, Higher Education Long Term Strategy (HELTS).HELTS IV (2003-2010),diarahkan untuk menciptakan persaingan antar PT di dalam negeri (The Nation’s Competitiveness), menghidupkan semangat otonomi, serta penyehatan ke-Organisasian (Organizational Health). Berbagai program penguatan manajemen pendidikan tinggi ditawarkan Bank Dunia, DUE (Development for Undergraduate Education), dan sebagainya.
Fakta di atas menunjukkan bahwa pengelolaan pendidikan tinggi di Indonesia memang telah masuk dalam paradigma baru. Dimana paradigma baru pendidikan tinggi ini telah mengubah peran dan fungsi pemerintah, melalui Dirjen-Dikti, yang semula sebagai penanggungjawab pendidikan tinggi, menjadi hanya sekedar fasilitator saja.
Pada RUU PT, pasal 85 kebolehan PTN menyelenggarakan badan usaha. Pasal ini menjadi legalitas bagi PTN untuk tidak hanya focus pada aktivitas mencetak intelektual dan peneliti yang handal dengan penemuan-penemuan yang produktif untuk masyarakat, akan tetapi harus membagi perhatian bahkan bisa jadi kegiatan badan usaha ini akan lebih menyedot perhatian PT serta menyelewengkan mereka dari visi, misi dan, tujuan PT yang seharusnya fokus pada pendidikan dan pengajaran, menjadi fokus kepada bisnis, apalagi ketika pendanaan dari pemerintah pada kenyataannya tidak mencukupi. Pada institusi berorientasi bisnis, proses belajar mengajar tidak lagi menjadi prioritas utama. Dan ini adalah pelanggaran terhadap Tri Drama PT yang pertama yaitu pendidikan.
Pengelolaan institusi yang tidak independen, dan bergantung pada pihak-pihak yang berkepentingan akan menyebabkan PT sebagai salah satu pusat riset juga bergantung pada keinginan pihak-pihak yang berkepentingan tersebut (lihat pasal 97). Akibat lanjutannya, PT hanya akan menghasilkan lulusan yang diserap oleh perusahaan asing atau menyelesaikan permasalahan asing namun tidak peka dan mampu menyelesaikan permasalahan dalam negeri. Manusia yang terbentuk hanyalah manusia yang kapitalis dan pragmatis yang hidupnya bergantung keadaan dan tidak mandiri.Jelaslah telah terjadi komodifikasi pendidikan Indonesia.
Komodifikasi pendidikan Indonesia merupakan konsekuensi Ekonomi Neoliberal. Hal ini dibuktikan dengan semenjak Indonesia bergabung dalam  World Trade Organization (WTO).Sejak diterbitkannya UU no 7 tahun 1994 tentang pengesahan Agreement on Establishing the World Trade Organization. Sebagai konsekuensinya Indonesia pun makin terbuka lagi terhadap segala produk asing, termasuk produk pendidikan. Ini merupakan bukti penerapan ekonomi neoliberal di Indonesia. Sebagai anggota WTO, Indonesia tidak bisa mengelak dari seluruh kesepakatan yang dibuat dan ditandatangani, termasuk kesepakatan meliberalisasi sektor pendidikan. Sebagai anggota WTO Indonesia juga harus menandatangani General Agreement on Trade in Services (GATS) yang mengatur liberalisasi perdagangan 12 sektor jasa, dimana pendidikan tinggi adalah salah satunya. Indonesia juga memiliki UU PMA (Penanaman Modal Asing) dan Perpres no. 77 tahun 2007  dan Perpres no.111 tahun 2007, yang di dalam lampiran Perpres inilah, pada item ke-72, 73, dan 74, dimasukkan sektor pendidikan sebagai bidang usaha yang dapat dimasuki investor asing dengan penyertaan modal maksimum 49 %.
Neoliberalisme pada dasarnya tetap sangat memuliakan mekanisme pasar. Dalam ekonomi neoliberal, campur tangan negara walaupun diakui diperlukan, namun harus dibatasi sebagai pembuat peraturan dan sebagai pengaman bekerjanya mekanisme pasar (Revisond Baswier, 2009). Penerapan neoliberalisme menemukan momentumnya pada akhir 1980-an. Menyusul terjadinya krisis moneter secara luas di negara-negara berkembang. Departemen Keuangan AS bekerja sama dengan Dana Moneter Internasional (IMF), merumuskan sebuah paket kebijakan ekonomi neoliberal yang dikenal sebagai paket kebijakan Konsensus Washington. Inti paket kebijakan Konsensus Washington yang menjadi menu dasar program penyesuaian struktural IMF tersebut meliputi: (1) pelaksanaan kebijakan anggaran ketat, termasuk kebijakan penghapusan subsidi; (2) liberalisasi sektor keuangan; (3) liberalisasi perdagangan; dan (4) pelaksanaan privatisasi BUMN.
Di Indonesia pada akhir 1980 hingga kini rekomendasi atau resep Konsensus Washington ternyata telah diimplementasikan. Indonesia, misalnya, telah melakukan liberalisasi perdagangan internasional dengan meratifikasi Agreement Establishing World Trade Organization  (WTO) pada 1995. Pelaksanaan agenda-agenda ekonomi neoliberal secara masif berlangsung setelah perekonomian Indonesia dilanda krisis moneter pada 1997/1998 lalu. Secara terinci hal itu dapat disimak dalam berbagai nota kesepahaman yang ditandatatangani pemerintah bersama IMF. Setelah berakhirnya keterlibatan langsung IMF pada 2006 lalu, pelaksanaan agenda-agenda tersebut selanjutnya dikawal oleh Bank Dunia, ADB dan USAID.
Berdasarkan analisis penulis, besarnya anggaran pendidikan pada APBN 2011 kemungkinan besar ‘bertujuan’ untuk ‘menyehatkan’ Badan Hukum Pendidikan (BHP), baik pada tingkat sekolah dasar, menengah sampai perguruan tinggi, agar menjadi Badan Hukum (perusahaan) yang ‘layak jual’ (baca: diprivatisasi). Analogi yang sama seperti yang terjadi pada INDOSAT yang ‘dijual’ ke perusahaan SingTel, Singapura, justru pada saat INDOSAT sedang mengalami pertumbuhan laba secara pesat.
Dengan adanya otonomi daerah dan otonomi pendidikan, maka corporate akan dengan mudah secara langsung ke daerah-daerah dan sekolah-sekolah yang memiliki potensi besar untuk dijadikan sebagai pasar untuk mendapatkan tenaga kerja murah, mengambil kekayaan alam daerah secara langsung dengan menggunakan SDM lokal sebagai pekerja, dan memperkokoh penanaman nilai-nilai asing (Sekularisme, Liberalisme, Individualisme, dan gender) untuk tetap menjadikan generasi bangsa ini secara sukarela menjadi komprador asing dan tenaga kerja murah untuk kepentingan asing. Standar-standar mutu pendidikan akan diarahkan sesuai dengan keinginan mereka dengan menggunakan pemeringkatan melalui Human Development Indeks (HDI), Programme for International Student Assessment (PISA), Political and Economic Risk Consultancy (PERC) dan Organization for Economic Cooperation Development (OECD)/Organisasi Kerja sama dan Pembangunan Ekonomi. Standar-standar ini secara tidak langsung menjadikan negara-negara maju dapat menguasai pasar dunia sekaligus melakukan kontrol dan pengawasan ketat terhadap pelaksanaan pendidikan di Indonesia. Pemerintah pun telah melegalisasi privatisasi pendidikan dengan dikeluarkannya UU No 20 tahun 2003 tentang penerapan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), Badan Hukum Pendidikan (BHP) dan Badan Hukum Milik Negara (BHMN). 
Untuk melegalkan program-program yang ditawarkan, negara-negara berkembang termasuk Indonesia diikat oleh komitmen-komitmen global, yaitu atas nama pendidikan hak asasi manusia (HAM, Konvensi Hak Anak) dan konferensi Dakkar tentang Education For All yang dikoordinasi oleh lima perwakilan multilateral dari jaringan PBB-Organisasi Pendidikan dan Kebudayaan PBB (UNESCO), Organisasi Pendanaan Pendidikan Anak-anak PBB (UNICEF) dan Bank Dunia. kerjasamapemerintah Indonesia dan Amerika Serikat, program USAID-Decentralized Basic Education (Pendidikan Dasar yang Terdesentralisasi) bekerjasama dengan pemerintah daerah dan UPI untuk meningkatkan mutu pendidikan dasar. DBE1 dan UPI menggunakan pendekatan dengan pola terfokus, pendampingan yang intensif, serta didukung dengan jangkauan yang tidak terlaluluas. DBE hanya membina beberapa sekolah di dua gugus per kabupaten/kota, di dalam kabupaten yang jumlahnya juga terbatas.Lembaga-lembaga tersebut memberikan bantuan gratis melalui program-program percontohan untuk selanjutnya dilakukan secara mandiri, contoh CLCC melalui UNICEF-UNESCO dan World Bank, MBE/DBE oleh USAID-USA, BEP oleh AusAid-Australia, DBEP dari Belanda, dll. Akibatnya sejumlah program dalam dunia pendidikan mulai dari pendidikan dasar sampai perguruan tinggi menjadi profit oriented.
Jelaslah bahwa carut marutnya dunia pendidikan di Indonesia merupakan salah satu dampak dari penerapan ekonomi neoliberal di Indonesia. Kebobrokan sistem ekonomi Kapitalis, berdampak pula pada kebobrokan sistem pendidikan nasional. 

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Thanks ya sob udah share .......................



bisnistiket.co.id

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...