Pages

Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki. Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi. Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baik perlakuan, ia belajar keadilan. Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang & persahabatan, ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan

Selasa, 06 Desember 2011

Keluarga MUSLIM dalam ANCAMAN Penghancuran !

Keluarga muslim merupakan institusi pertama dan berperan sangat penting dalam pembentukan generasi dalam masyarakat islam. Namun institusi ini kini tengah di landa ancaman penghancuran. Penghancuran keluarga muslim yang berlangsung saat ini menggunakan strategi liberalisasi keluarga dengan menggiatkan isu kesetararaan gender (feminisme). Isu hak-hak perempuan adalah sebuah medan pertarungan utama dalam perang ide di dunia Islam.
Merunut perjalanan panjang proses liberalisasi keluarga-keluarga Muslim di dunia, termasuk di Indonesia, kita akan menemukan suatu strategi politik yang sangat terencana. AS dan sekutunya sesama negara Barat berperan sebagai dalang di balik strategi ini. PBB dan lembaga-lembaga dunia menjadi semacam ”event organizer” perpanjangan tangan untuk mengglobalkannya, agar segera diratifikasi (untuk dilaksanakan) oleh negara-negara di dunia. LSM-LSM menjadi agen pelaksana di tingkat negara,bahkan sampai tataran akar rumputnya
AS mendukung beberapa pesantren yang mendirikan crisis center untuk korban-korban kekerasan domestic, publikasi tulisan terkait isu-isu perempuan dalam fiqh serta membangun jaringan muslim moderat dari NGO-NGO yang mempromosikan keadilan gender seperti Rahima dan Fahmina. Beberapa isu potensial yang digarisbawahi antara lain terkait status personal perkawinan, perceraian, pewarisan dan tuduhan bahwa perempuan terancam perlakuan diskriminatif di bawah Syariah.
Pada tanggal 13-17 Februari 2009 telah diadakan pertemuan Musawah di Malaysia. Agenda utama Musawah adalah menuntut keadilan dan kesetaraan dalam keluarga muslim. Kaum gender yang hadir adalah perwakilan dari 48 negara, termasuk Indonesia yang diwakili Musdah Mulia, Husein Muhammad, dan Nur Rofiah. Mereka menggugat hukum-hukum Allah, terutama hukum tentang keluarga diantaranya waris, poligami, izin perkawinan,dsb. Ini menunjukan bahwa liberalisasi keluarga merupakan agenda global yang secara intens terus dijalankan.
Dalam hal perundangan, UU Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam adalah salah satu sasaran bidik kaum feminis karena hanya dalam dua instrument hukum itulah nilai-nilai Islam masih tersisa. Tujuan amandemen UU Perkawinan antara lain :
Pertama, UU Perkawinan yang dibangun atas landasan Keadilan dan Kesetaraan Gender (KKG) itu berupaya mereduksi ajaran Islam tentang pernikahan. Seperti penentangan atas poligami, perombakan hukum tentang massa iddah dalam kasus perceraian dan relasi yang mengatur hubungan suami dan istri.
Kedua, menggiring masyarakat menuju liberalisasi. Larangan menikah di bawah usia 18 tahun, sekalipun pelaku sudah matang secara fisik, mental dan ekonomi, sama saja dengan menggiring masyarakat untuk menuju pintu seks bebas.
Ketiga, menghancurkan institusi pernikahan dan keluarga. Penyamarataan peran antara suami dan istri, berpeluang besar menimbulkan konflik kepentingan yang berujung pada perceraian. Juga, melemahkan peran pendidikan anak dan kelahiran generasi-generasi berkualitas dari sebuah keluarga.
Penghancuran institusi keluarga, melemahkan generasi Muslim dan merusak perilaku masyarakat adalah langkah jitu untuk menjajah umat Islam, termasuk bangsa dan negeri ini. Liberalisasi di tengah masyarakat akan memperkokoh hegemoni kaum kafir imperialis di negeri ini. Langkah liberalisasi ini dilakukan oleh para pendukung liberal, mulai dari kalangan birokrat, intelektual hingga aktivis-aktivis LSM komprador.
Untuk itu, ada dua hal yang mereka lakukan dalam rangka menanamkan nilai-nilai liberal di tengah masyarakat, yakni:
1) Membangun dukungan masyarakat terhadap nilai-nilai liberal melalui proses penyadaran yang terus menerus.
Upaya ini dilakukan dengan pelatihan-pelatihan berbasis liberal, khususnya yang marak saat ini adalah KKG (keadilan dan kesetaraan gender), training, diskusi-diskusi, sosialisasi melalui berbagai media baik cetak maupun elektronik, dengan tujuan terjadi perubahan pada level individu.
2)Dilakukan dengan transformasi sosial melalui UU.
Cara kedua ini seperti larangan nikah siri, pernikahan usia sini, poligami, legalisasi perilaku seks bebas (atas nama HAM dan KKG), kondomisasi, dukungan terhadap retaknya keluarga melalui isu kekerasan dalam rumah tangga, hingga menghapus UU yang masih mengandung ajaran Islam. Dua hal inilah yang dilakukan oleh para pejuang dan pendukung jargon gender saat ini.
Hanya saja, tampaknya usaha barat tersebut belum sepenuhnya berhasil karena pada faktanya masih banyak kaum muslimah yang menganggap ibu adalah peran yang mulia, suami adalah qawwam atas wanita, masih ada muslimah yang secara sadar bersedia dipoligami. Dengan fakta yang demikian barat tampaknya tak kurang akal, jika sebelumnya mereka memasarkan idenya secara vulgar, kini mereka menawarkannya dengan kemasan yang berbeda.
Bermunculannya film dan sinetron ”Islami” seperti: Ayat – Ayat Cinta, Ketika Cinta Bertasbih, Perempuan berkalung Sorban, Muslimah, Hareem dsb tampaknya bukan sekedar tren saja, melainkan suatu uslub yang sengaja dibuat untuk memberi stigma negatif terhadap Islam, Dengan tayangan tersebut mereka menggambarkan bahwa Islam mengekang kebebasan perempuan, menempatkan perempuan pada posisis nomor dua setelah kaum pria, poligami bermasalah dan selalu merugikan pihak perempuan, dll.
Upaya barat mewujudkan profil Islam moderat khususnya melalui ide jendernya, ternyata juga telah merubah jati diri para muslimah. Bagaimanapun musuh-musuh Islam telah menyadari bahwa jika mereka ingin menyempurnakan penghancuran umat Islam, maka mereka harus menghancurkan model “Keluarga Muslim” dan menggantinya dengan model “Keluarga Barat”.
Dimulai dari upaya mengarahkan Perempuan Muslim menjadi individualis dan meterialistis; yang selanjutnya mereka akan didorong meninggalkan keluarga dan anak-anaknya untuk mengejar karir, materi, dan status sosial. Hal ini tentunya membawa kerusakan pada tatanan fungsi dan peran perempuan dalam keluarga. Disamping itu merasuknya ide –ide barat seperti HAM juga menjadikan pola asuh anak-anak muslim sedikit banyak telah mengikuti pola asuh ala barat yang liberal.
Bergesernya orientasi para muslimah terhadap peran keibuan dan pola asuh ala barat berakibat runtuhnya struktur keluarga yang akhirnya membawa kehancuran pada keluarga muslim, Indikasi ke arah tersebut terlihat antara lain dari:
1. Angka perceraian
Dirjen Bimas Islam Depag Prof. Nasarudin Umar menyebutkan (15/7/2008): “Setiap tahun ada dua juta perkawinan, tetapi yang memilukan perceraian bertambah menjadi dua kali lipat, setiap 100 orang yang menikah, 10 pasangannya bercerai, dan umumnya mereka yang baru berumah tangga,” dan yang mengejutkan pada kasus perceraian suami-isteri ternyata jumlah isteri yang menggugat cerai suami makin meningkat. Hal ini merupakan fenomena baru di enam kota besar di Indonesia. Terbesar adalah di Surabaya.
Berdasarkan data, di Jakarta dari 5.193 kasus, sebanyak 3.105 (60 persen) adalah kasus isteri gugat cerai suami dan sebaliknya suami gugat cerai isteri 1.462 kasus. Di Surabaya dari 48.374 kasus sebanyak 27.805 (80 persen) adalah kasus isteri gugat cerai suami, sedangkan suami gugat cerai isteri mencapai 17. 728 kasus.
Di Bandung dari 30.900 kasus perceraian, sebanyak 15.139 (60 persen) adalah kasus isteri gugat cerai suami dan suami gugat cerai isteri sebanyak 13.415 kasus. Selanjutnya, di Medan dari 3.244 kasus sebanyak 1.967 (70 persen) adalah isteri gugat cerai suami dan suami gugat cerai isteri hanya 811 kasus. Di Makassar dari 4.723 kasus sebanyak 3.081 (75 persen) adalah isteri gugat cerai suami, dan suami gugat cerai isteri hanya 1.093 kasus. Sedangkan di Semarang dari 39.082 kasus sebanyak 23.653 (70 persen) adalah isteri gugat cerai suami dan suami gugat cerai isteri hanya 12.694 kasus.
Menurut Nasaruddin, penyebab perceraian tersebut antara lain karena ketidakharmonisan rumah tangga mencapai 46.723 kasus, faktor ekonomi 24.252 kasus, krisis keluarga 4. 916 kasus, cemburu 4.708 kasus, poligami 879 kasus, kawin paksa 1.692 kasus, kawin bawah umur 284 kasus, penganiayaan dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebanyak 916 kasus, Suami atau isteri dihukum lalu kawin lagi 153 kasus, cacat biologis (tidak bisa memenuhi kebutuhan biologis) 581 kasus, perbedaan politik 157 kasus, gangguan pihak keluarga 9. 071 kasus, dan tidak ada lagi kecocokan (selingkuh) sebanyak 54. 138 kasus.
2. Angka kenakalan remaja
“Hasil survai terakhir suatu lembaga survey yang dilakukan di 33 provinsi tahun 2008, sebanyak 63 persen remaja di Indonesia usia sekolah SMP dan SMA sudah melakukan hubungan seksual di luar nikah dan 21 persen di antaranya melakukan aborsi. Data Departemen Kesehatan hingga September 2008, dari 15.210 penderita AIDS atau orang yang hidup dengan HIV/AIDS di Indonesia, 54 persen di antaranya adalah remaja.
Membendung penghancuran Keluarga Muslim
Setelah melihat fakta di atas, maka upaya membangun kekuatan untuk menghadapi serangan arus liberalisasi ini sangat mendesak dilakukan. Secara umum, sebagai bagian dari kelompok muslim yang memiliki kesadaran pentingnya menyelamatkan keluarga dan kehancuran dan untuk mengembalikan kembali kemuliaan Islam dan kaum muslimin. Terlebih lagi secara khusus sebagai muslimah yang diberi amanah menjaga benteng kekuatan keluarga muslim dan melahirkan generasi pemimpin dan pejuang penegak Islam.
Untuk itu diperlukan upaya yang serius dan sungguh-sungguh menyadarkan sebagian kaum muslimin yang telah “termakan” propaganda kaum liberal. Jargon gender selama ini terjajakan dalam kemasan indah dan menipu pandangan mayoritas umat. Tak jarang umat Islam sendiri yang mengagung-agungkan keadilan dan kesetaraan gender (KKG) dan ketika ide ini dibenturkan dengan hukum-hukum Islam, mereka terjebak untuk memposisikan Islam sebagai tertuduh. Melalui jargon gender —perlu diperhatikan bahwa, dalam mengajukan RUU mereka tidak menggunakan kata liberal— berhasil digulirkan UU berbasis gender yang sesungguhnya memiliki substansi meliberalkan umat Islam.
Dengan demikian, langkah utama yang harus dilakukan adalah merombak cara berfikir umat, agar tidak tersusupi nilai-nilai yang menyesatkan. Memurnikan pemikiran umat dilakukan dengan dakwah Islam secara terus menerus, menyampaikan Islam dan hukum-hukumnya yang bersumber dari Islam saja. Kemudian membongkar pemikiran-pemikiran yang menyesatkan umat seperti sekularisme, liberalisme, pluralisme, HAM, demokrasi, gender dan menjelaskan pertentangannya dengan Islam. Selanjutnya menjelaskan kepada umat bagaimana Islam memandang persoalan yang diangkat oleh pemikiran- pemikiran rusak tadi, menjelaskan hukum Islam terkait dengan persoalan tersebut dan bahwa Islam adalah solusi yang bersifat menyeluruh terhadap setiap persoalan manusia. Dorongan umat untuk menjalankan solusi yang telah ditetapkan Islam, semata-mata berdasarkan keyakinan (akidah) mereka bahwa hanya Allah SWT, Pencipta manusia, alam semesta dan kehidupan yang memiliki aturan terbaik bagi seluruh ciptaan-Nya serta memberikan akhir kehidupan terbaik (surga) bagi siapapun yang mentaati-Nya.
Penutup (penjelasan)
Jelaslah bahwa masyarakat, khususnya kaum perempuan, harus sadar dan waspada terhadap usaha-usaha barat untuk menghancurkan keluarga dan masyarakat muslim melalui ide demokrasi, HAM, pluralisme, kesetaraan jender dan isme-isme lainnya yang mengatasnamakan Jargon Islam moderat. Sekaligus melakukan aktifitas-aktifitas yang mampu menyadarkan umat dan untuk meruntuhkan jaringan-jaringan mereka sekaligus untuk meraih kepemimpinan di tengah umat. Wallaahu a’lam bi ash-shawab

Tidak ada komentar:

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...