Dia
hanya perempuan muslim biasa. Selayaknya perempuan muslim lainnya yang
mengenakan hijab/jilbab sebagai penutup aurat di kesehariannya. Namun
kebencian seorang pria 'Islamphobia' telah merenggut kemerdekaannya
untuk menjalankan syariat agama yang dianutnya. Bahkan kebencian itu
juga yang akhirnya merenggut nyawa Marwa Al-Sharbini (33 tahun), nama
perempuan berputra satu itu. Marwa jatuh bersimbah darah dan tewas
seketika setelah 18 kali tikaman pisau sepanjang 18 cm bersarang di
tubuhnya.
Kesehariannya,
Marwa dikenal tidak terlalu banyak berbicara. Meski demikian, dia
tetaplah merupakan sosok yang ramah. Dia bekerja di University Hospital
Dresden, sementara suaminya, Elwi Ali-Okaz adalah seorang Doktor di Max
Planck Institute for Molecular Cell Biology and Genetics.
Namun,
keramahan Marwa rupanya tidak dapat membendung kebencian seorang Pria
warga German keturunan Rusia yang “Anti-Islam”, Alex Wiens. Selain kerap
diganggu dan dilecehkan, Marwa juga sering disebut teroris karena
jilbabnya. Bahkan, pernah suatu kali, Alex menerjang dan berusaha
membuka jilbabnya.
Suami
Marwa juga tidak luput dari gangguan Alex. Konon suaminya juga beberapa
kali diganggu pria ini.Maka dengan alasan itu ,Marwa kemudian
mengajukan tuntutan dan memperkarakan Alex dengan alasan: gangguan
keamanan, pelecehan agama, dan tindakan tidak senonoh di depan anak
kecil.
Perkara
itu akhirnya disidangkan di Dresden, German. Namun Tanpa diduga, saat
persidangan berlangsung, tersangka dapat melenggang bebas, kemudian
menikam Marwa Al-Sarbini saat ia akan keluar ruang sidang. Sebagai
seorang suami , Elwi dengan refleks berusaha melindungi sang istri.
Namun, dia pun tak dapat menghindari tikaman Alex sebanyak 16 kali di
daerah leher, tangan dan sekujur tubuh. Lebih malang lagi, justru sang
suamilah yang akhirnya malah ditembak polisi sidang. Polisi beralasan
bahwa insiden tersebut adalah salah tembak. Akibat kondisinya yang
kritis, Elwipun dibawa ke rumah sakit, sedangkan Marwa langsung
meninggal di tempat.
Sesaat
setelah insiden, masih di lingkungan persidangan, Alex juga meminta
petugas agar dirinya juga dibunuh saat itu juga, namun permintaannya
tidak dikabulkan, dan dia hanya ditangkap. Tidak beberapa lama kemudian
Suami Marwa mengajukan sidang tuntutan atas pembunuhan istrinya itu
kepada Alex Wiends.
Namun
pengacara dan beberapa pembela Alex Wirnds mengungkapkan bahwa Alex
menderita Paranoid Syndrom, selain itu ia juga menderita “schizophrenia”
, yakni gangguan jiwa psikotik paling lazim dengan ciri hilangnya
perasaan afektif atau respons emosional dan menarik diri dari hubungan
antarpribadi normal. Sering kali diikuti dengan delusi (keyakinan yang
salah) dan halusinasi (persepsi tanpa ada rangsang pancaindra). Setelah
menelan waktu cukup panjang, akhirnya hakim memutuskan bahwa Alex Wiens
bersalah, dan dijatuhi hukuman penjara (sampai saat ini belum diketahui
berapa tahun ia akan di penjara). Entah mengapa, di Jerman, peristiwa
mengenaskan ini sepertinya tidak mendapatkan porsi lebih dalam
pemberitaan media setempat. ** [jongjava]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar