Izzuddin Al-Qassam[1]
(1871-1935 M)
(Ulama Pejuang Anugrah Allah Kepada Manusia)
Keberadaan
ulama pejuang merupakan anugerah Allah Swt kepada penduduk bumi. Mereka
bagaikan lampu penerang di kegelapan, pemimpin yang memberi petunjuk
dan sekaligus sebagai hujjah Allah di muka bumi.
Rasulullah saw bersabda:
Perumpamaan
ulama di bumi bagaikan bintang-bintang di langit yang dapat meneragi
kegelapan, baik di daratan maupun di lautan. Apabila bintang-bintang itu
hilang, maka hilanglah dari petunjuk.
Benar,
semua itu merupakan kemuliaan bagi para ulama yang gigih menjaga Islam,
yang lurus dalam agama Allah, dan senantiasa menyeru kepada para
penguasa untuk menerapkan Islam dengan lisan yang benar dan hati yang
teguh.
Izzuddin
al-Qassam adalah salah satu ulama pejuang, pemimpin mujahidin di negeri
Syam pada abad ke-20. Ia membawa bendera jihad melawan penjajah
Perancis di Suriah, kemudian dilanjutkannya dengan melawan penjajah
Inggris, yang sangat keras memusuhi Islam setelah Yahudi, dan melawan
pendudukan Yahudi yang telah menyusup memasuki Palestina atas
sepengetahuan Inggris, Perancis, Rusia dan Amerika. Mereka menduduki
tanah Palestina. Jihadnya berakhir tatkala ia menjumpai syahid di jalan
Allah. Ia telah memberi perlindungan terhadap tempat suci Islam (Baitul
Maqdis), tanah tempat Isra’ dan Mi’rajnya Rasulullah saw.
Kepahlawanannya akan dikenang sepanjang masa dan di setiap tempat.
Syekh
Izzuddin al-Qassam dilahirkan di Jabalah, dekat dengan daerah
Ladziqiyah, pada tahun 1871 M. Sejak kecil ia suka mengasingkan diri dan
selalu berpikir. Pada masa mudanya ia merantau ke Mesir untuk belajar
di Universitas al-Azhar. Setelah menamatkan pendidikannya ia kembali ke
negerinya dan bekerja sebagai guru di Masjid Sultan Ibrahim. Pada tahun
1920 M, ketika berlangsung revolusi melawan Perancis, ia ikut bergabung
dalam revolusi tersebut. Militer Perancis berusaha membelinya dengan
cara mengangkatnya sebagai hakim, namun ia menolak sehingga dijatuhi
vonis hukuman mati.
Al-Qassam
mengasingkan diri ke kota Haifa pada 5 Pebruari 1922 M, bersama-sama
dengan sahabat-sahabatnya dari tokoh kelompok jihad, seperti Muhammad
Hanafi dan Syekh Ali al-Haj Ubaid. Sampai tahun 1935 M penduduk Haifa
tidak mengenal Izzuddin al-Qassam, kecuali bahwa ia adalah seorang
penasehat agama, seorang mursyid (pendidik),
dan pemimpin komunitas generasi muda Muslim di kota Haifa. Di hadapan
masyarakat Haifa, ia adalah syekh yang dikenal baik perilakunya,
ketakwaannya, kejujurannya dan pengorbanannya. Di bagian Utara Palestina
ia dikenal sebagai seorang imam, khatib yang mahir, dan penghulu nikah.
Ia tidak muncul sebagai seorang tokoh (pejuang) terkenal pada hari
kedua puluh bulan November 1935, hingga al-Qassam mengetahui ilmu
tentang jihad. Sejak itu, namanya menjadi buah bibir di seluruh wilayah
Palestina.
Al-Qassam
bersama para sahabatnya menghendaki syahid. Ia menunaikannya dengan
melakukan perlawanan bersenjata menghadapi penguasa yang diberi mandat
oleh penjajah. Al-Qassam menceburkan diri di tengah-tengah revolusi.
Keterlibatannya di dalam kelompok perlawanan menjadi topik menarik yang
diangkat di berbagai surat kabar.“Pertempuran
sengit terjadi antara kelompok revolusi dengan polisi. Kejadian
mengerikan itu telah mengguncang Palestina di berbagai tempat”. Demikian bunyi headline berbagai
surat kabar. Untuk pertama kalinya, masyarakat mengetahui keteguhan
Syekh al-Qassam dan para sahabatnya, bukan saja dalam masalah ibadah,
tetapi juga dalam hal perlawanan bersenjata. Mereka tidak takut
menantang bahaya, berhadapan dengan polisi. Mereka juga tidak takut
dengan hukuman yang akan dijatuhkan.
Pihak
keamanan telah mempersiapkan kekuatan besar berlipat-lipat dibandingkan
dengan kekuatan kaum perlawanan. Sejak fajar mereka telah mengepung
rapat kelompok perlawanan. Di garis depan adalah pihak keamanan dari
kalangan polisi Arab, dan di barisan belakangnya adalah tentara Inggris.
Sebelum penyerangan dimulai, salah seorang polisi Arab menyerukan agar
kelompok perlawanan menyerahkan diri. Namun al-Qassam dengan tegas
menolaknya, seraya mengatakan: “Kami tidak akan menyerah, karena kami berada dalam posisi berjihad di jalan Allah”. Lalu ia memalingkan wajahnya kepada sahabatnya dan berkata: “Mati syahid di jalan Allah adalah jauh lebih baik daripada menyerah kepada kekafiran dan para perusak”.
Pertempuran
berlangsung singkat. Selama kurang lebih dua jam peluru dimuntahkan
bagaikan air hujan, suara desingannya membuat telinga tuli. Belum lagi
deru mesin pesawat terbang Inggris yang terbang rendah untuk mengetahui
posisi dan kekuatan kaum perlawanan. Pada akhir pertempuran, tentara
Inggris menemukan tubuh Syekh al-Qassam telah gugur sebagai syahid. Di
balik bajunya dijumpai kitab al-Qur’an, uang senilai 14 junaih, dan
sebuah pistol besar. Sementara itu, Syekh Namr as-Sa’di masih hidup dan
dalam keadaan terluka. Melalui kesaksiannya, para wartawan Arab
mengutip kebenaran yang tersembunyi di dalam kelompok al-Qassam. Hal itu
merupakan bukti bahwa penyerangan bersenjata ini ditetapkan sebagai
awal dari revolusi.
Pengaruh
dari pertempuran Ya’bad, yang berujung pada syahidnya al-Qassam sangat
besar terhadap masyarakat Palestina. Selama dua puluh hari berikutnya
masyarakat memperingati pendudukan atas al-Quds. Mereka berkumpul di
Yafa pada 9 Desember 1935 M. Dalam forum tersebut, masyarakat
membicarakan perjuangan al-Qassam dan para mujahidin lainnya, mendorong
masyarakat agar mengikuti jalan yang telah ditempuh para mujahidin.
Mereka juga menegaskan bahwa tidak ada solusi lain dalam masalah kaum
Muslim yang ada di Palestina kecuali dengan mengumumkan jihad di jalan
Allah. Permasalahan Palestina tidak akan bisa diselesaikan kecuali
dengan jihad.
Sejak
kedatangan al-Qassam ke kota Haifa, ia memulai persiapan untuk revolusi
dengan mengajak orang-orang yang mengimani Islam agar turut serta
membantunya. Diantara mereka adalah Syekh Kamil al-Qashab dan Hani Abu
Muslih. Di tengah-tengah sahabatnya, al-Qassam menyampaikan hukum
tentang militer Perancis yang menduduki Suriah. Bahwa seluruh penjajah
itu berada dalam satu barisan, dan harus dihadapi dengan jihad di jalan
Allah. Ia rajin memberikan nasehat dan pembelajaran, serta giat memilih
orang-orang salih dari murid-muridnya yang rajin mendengar. Dengan
profesinya sebagai penghulu nikah, al-Qassam juga giat menjaga hubungan
dengan penduduk. Ini memiliki nilai tambah bagi perjuangannya. Tahun
berganti tahun, dan para pendukungnya semakin banyak, hingga Allah
mengijinkannya terlibat dalam revolusi, dan gugur sebagai syahid di
jalan Allah.
Al-Qassam
mencurahkan segenap tenaganya untuk merangkul kalangan pekerja dan para
petani, karena mereka adalah kelompok yang paling banyak dan siap
berkorban di jalan Allah.
Salah satu politikus Palestina berkata: “Revolusi
al-Qassam merupakan revolusi bagi kami seluruh pemuda dan kuhul (orang
yang berusia antara 30-50 tahun), karena masing-masing dari kami
mendapatkan beban yang cukup besar dari anggota keluarga yang khawatir
akan terjadinya pengangguran. Kami tidak menyadari adanya revolusi
kecuali dengan rasa penyesalan, dengan memohon kepada Allah semoga Allah
menyinari hati kami dengan keimanan”.
Izzuddin al-Qassam telah membentuk jaringan rahasia berbentuk halqah-halqah sebagaimana halqah-halqah Arqam bin Abi Arqam. Setiap lima orang dipimpin oleh seorang penanggung jawab (naqib). Setiap kelompok itu juga memiliki mekanisme dan aturan main yang khas. Yang bertindak selaku musyrif (pengelola) kelompok-kelompok tersebut adalah al-Qassam sendiri. Saat itu, al-Qassam belum mempelajari tentang metode (thariqah) Rasulullah saw dengan penuh kesadaran, dan juga belum mengetahui bahwa metode (thariqah) itu harus terpancar dan sejenis dengan pemikiran (fikrah). Karenanya, apa yang terjadi kemudian tetap terjadi.
Tatkala
revolusi al-Qassam berlangsung, ia mendapatkan dukungan dan
penghormatan dari masyarakat luas. Meski revolusi tersebut belum
mencapai tingkatan revolusi yang sempurna dalam pengertian revolusi
politik, akan tetapi bisa dikatakan bahwa revolusi itu dapat dijadikan
sebagai contoh. Revolusi itu muncul dan bertolak dari keyakinan dan
keberanian, yang melalui tahap hampir mendekati keputusasaan, yang saat
itu menyelimutii negeri-negeri Muslim secara umum.
Al-Qassam
tidak mengungkapkan hakekat dijauhkannya aspek politik pada gerakannya
kecuali setelah peristiwa syahidnya. Para sahabatnya yang tetap
melanjutkan perjuangannya mampu menjaga rahasia itu, demi persatuan
perjuangan mereka.
Ucapan Syekh al-Qassam di atas Mimbar Masjid Istiqlal
“Wahai
penduduk Haifa…wahai kaum Muslim, apakah kalian tidak mengetahui Fuad
Hijazi? Bukankah Fuad Hijazi, Atha’ az-Zair dan Muhammad al-Jamjum
adalah saudara kalian? Bukankah mereka duduk bersama kalian ketika
belajar di Masjid Istiqlal? Sekarang mereka semua berada di pintu-pintu
tempat penggantungan, mereka dihukum oleh orang–orang Inggris dengan
vonis hukuman mati, digantung untuk kepentingan orang Yahudi”.
“Wahai orang-orang yang beriman, dimana gerangan keberanian kalian? Dimana keimanan kalian?”
Kemudian ia berkata lagi: ”Sesungguhnya
pasukan salib Barat, yaitu Inggris dan zionisme Yahudi perusak, hendak
menyembelih kalian semua, ingin menghancurkan kalian. Wahai kaum Muslim,
…hingga mereka menjajah negeri kalian, dari Eufrat (sungai di Irak)
sampai ke sungai Nil, dan mereka hendak merampas al-Quds… dan mereka
benar-benar telah merampasnya“.
Revolusi
al-Qassam memiliki peranan yang sangat besar, karena merupakan upaya
pertama orang-orang Arab Palestina untuk menentang penyusupan kaum
zionis ke Palestina melalui kekuatan bersenjata. Diam-diam revolusi itu
berjalan, sampai kemudian meletus pada tahun 1936 M. Para pengikut
al-Qassam terus maju di medan perang, mereka melakukan aktivitas politik
sebagai sarana untuk memerangi Inggris dan para pengkhianat yang
berasal dari anak-anak Palestina, yang turut membantu orang-orang
Inggris dan Yahudi. Saat ini, jumlah mereka jauh lebih banyak.
Kebaikan Izzuddin al-Qassam tercetus di dalam sya’irnya Fuad al-Khatib:
Para pemimpin dengan melewati jalan yang penuh resiko
Bukan para pemimpin yang melewati jalan yang aman
Aku tidak menyangka sebelumnya bahwa dia
Berada dalam selimutnya sanggup mengumpulkan manusia
Wahai saudara Izzuddin, cukuplah engkau beroleh nikmat
Dalam jiwa yang tidak ada cela, dan tidak ada rasa khawatir
Abdul Karim al-Karami “Abu Salma”, juga mengenang as-Syahid al-Qassam dalam puisinya “Lahbu al-Qashid”:
Berdiri dan dengarlah dari setiap orang yang membenarkan darah as-Syahid
Berdiri dan lihatlah al-Qassam, cahayanya muncul di atas jalan
Setiap hari ke dunia, dan penghuninya dengan rahasia abadi.
Syekh Nadim al-Milah dalam puisinya bertutur:
Engkau tidak mendapatkan perlindungan dari negaramu berupa imbalan.
Akan tetapi berupa pujian berlebih dan kebanggaan
Mereka menamai kalian secara kejam dengan kesengsaraan, dan kalian tidak berbuat sesuatu
Kecuali mereka membuat tidak senang makhluk negeri
Mengingkari kebatilannya dan perbuatan lalim mereka
Maka lepaskanlah kesombongan dari tipu dayamu.
Jihad
tetap berlanjut…tentara Arab memasuki Palestina, dan para ulama tidak
meninggalkan jihad, meski hasilnya belum maksimal… karena tumbuhnya
Israel, yang menjadi jembatan bagi para penjajah. Persoalan al-Quds
berubah, dari –yang sebelumnya- merupakan masalah Islam, yaitu antara
kaum Muslim seluruhnya dengan Yahudi yang didukung oleh kafir penjajah,
menjadi persoalan Bangsa Arab, lalu menciut hanya menjadi masalah lokal,
dan beralih dari problema militer menjadi hanya masalah pengungsian,
perbatasan, dan eksistensi.
Secara
riil, masalah ini sebenarnya adalah masalah kaum Muslim. Yaitu
pertarungan antara pihak yang benar –yaitu kaum Muslim-, dan pihak yang
batil –yaitu Yahudi-. Yahudi, didukung penuh oleh para penjajah yang
dipelopori Amerika dan Inggris. Problematika al-Quds merupakan problem
militer, yang tidak ada solusinya melainkan hanya satu, yaitu dengan
cara jihad untuk mengembalikan negeri al-Quds ke tangan kaum Muslim,
terus berperang walaupun mengandung resiko berupa gugurnya jutaan
syuhada.
Perjanjian
damai yang pernah ditandatangani antara pihak Yahudi dan Pemerintah
Palestina, merupakan perjanjian damai pihak penguasa dengan Yahudi,
bukan perjanjian damai yang dilakukan oleh Bangsa Palestina. Karena itu,
jihad harus tetap dilakukan dalam rangka membebaskan Palestina, yang
merupakan kewajiban atas seluruh kaum Muslim.
Semoga
Allah merahmati al-Qassam dan melapangkan hatinya. Ia telah membuka
jalan besar dengan keikhlasan dan agamanya. Warisan semangatnya dan
perjuangannya akan tetap abadi, yang diturunkan kepada generasi yang
akan datang, agar mereka menempuh jalan sebagaimana jalan yang pernah
dilalui al-Qassam. (Pembela-pembela Islam,PTI/Dr. Fathi As’ad Na’jah
Judul Asli: Syakhshiyyat Islamiyyah, ‘Ulama wa Qadat)
[1] (1) Syauqy Abu Khalil: Al-Islam wa Harakaat at-Taharrur al-Arabiyah
Abdul Aziz al-Badry: al-Islam Baina al-Ulama wa al-Hukkam
Aly Hasan Khalaf: Tajribah as-Syaikh ‘Izuddin al-Qassam
Samih Hamudah: Al-Wa’e wa at-Tsaurah
Muhammad ‘Azzah Daruzah: Al-Qadhiyah al-Filisthiniyah fi Mukhtalaf Marahilihaa
‘Ajaaj Nuwaihidh: Rijal Min Filisthin
Akram Zu’aitar: al-Harakah al-Wathaniyah al-Filisthiniyah
Abu Salma Abdul Karim al-Karamy: Diwan Abu Salma
Tidak ada komentar:
Posting Komentar