Klaim demokrasi sebagai sistem
terbaik dunia kembali disoal. The Guardian merujuk(6/07/2012)
laporan Democratic Audid memperingatkan penurunan jangka
panjang demokrasi di Inggris. Dalam artikelBritish democracy in
terminal decline, warns report, disebutkan ada indikasi yang
menunjukkan hal itu. Pertama: menguatnya pengaruh korporasi
(perusahaan bisnis). Kedua: politisi yang semakin tidak
mewakili konstituennya. Ketiga: semakin menurunnya tingkat
partisipasi masyarakat dalam Pemilu, bahkan untuk mendiskusikan
persoalan-persoalan kekinian, sebagai bentuk kekecewaan terhadap
demokrasi.
Stuart Wilks-Heeg, penulis utama
laporan itu, memperingatkan bahwa Inggris harus segera bertanya pada
diri mereka sendiri: Apakah demokrasi benar-benar representatif lagi?
Pasalnya, hanya 1% daripemilih merasa memiliki partai, hanya 6 dari 10
pemilih yang berhak pergi ke kotak suara dalam Pemilu 2010, dan
hampirhanya satu dari tiga pemilih berpartisipasi dalam pemilihan Eropa
dan lokal.
Nasib demokrasi seperti itu
sesungguhnya bukan hanya di Inggris, tetapi hampir diseluruh dunia;
terjadi juga di jantung-jantung demokrasi seperti Prancis dan Amerika
Serikat. Dominannya kepentingan korporasi menjadi penyakit akut dalam
sistem demokrasi yang melahirkan korupsi. Berbagai skandal korupsi, money
politic dan kolusi yang terjadi sebagian besar memiliki hubungan
langsung dengan kepentingan korporasi (perusahaan) dan dunia politik.
Politik dan uang menjadi semacam lingkaran setan. Money to politics,
Politic to money. Uang untuk meraih kekuasaan politik, kekuasaan
politik untuk menghasilkan uang.
Skandal penjualan kursi Obama
(2008) yang menghebohkan merupakan salah satu kasus. Gubernur Illinois,
AS, Rod Blagojevich, akhirnya dipecat setelah terbukti menjual kursi
senat Illinois yang kosong setelah ditinggalkan Barack Obama setelah
menjadi Presiden AS dengan imbalan uang.
Skandal politik Inggris terbaru
terjadi ketika bendahara partai konservatif Inggris yang berkuasa
tertangkap kamera sedang menawarkan akses kepada Perdana Menteri dan
Kanselir hingga lebih dari £ 250.000 atas nama sumbangan. Para pendonor
telah diundang makan malam secara pribadi dengan David Cameron dan
keluarganya. Cameron pun dipaksa untuk menyebutkan secara rinci nama
para pendonor jutawan yang ia ajak makan malam bersama itu. Kasus
menghebohkan lain adalah pengunduran diri mantan Menteri Pertahanan Liam
Fox yang terlibat dalam skandal “Cash for Honours” yang mencoreng
Partai Buruh pada saat-saat terakhir pemerintahan mereka.
Di negara kampiun demokrasi yang
lain,Prancis, polisi menggeledah kantor dan rumah mantan Presiden
Prancis, Nicolas Sarkozy, Selasa (3/7), untuk penyelidikan terkait
tuduhan korupsi dana kampanye pemilihan presiden tahun 2007. Sarkozy
diduga menerima sumbangan ilegal untuk kampanye pemilihan presiden 2007
dari wanita terkaya Prancis, Liliane Bettencourt, pemilik kerajaan
bisnis produk kecantikan L’Oreal.
Hal yang sama terjadi di
Indonesia, negara pengekor demokrasi. Seakan tak mau kalah dengan tuan
demokrasinya, praktik korupsidan kolusi marak terjadi di Indonesia.
Sebagian besar melibatkan mereka yang menjadi penjaga pilar-pilar
demokrasi baik di eksekutif, legislatif hingga yudikatif. Berbagai kasus
korupsi dan suap di Indonesia seperti BLBI, Bank Century, suap
pembuatan RUU BI, RUU Wakaf, proyek Hambalang, hingga pembuatan al-Quran
Departemen Agama melibatkan penjaga-penjaga setia sistem demokrasi.
Kuatnya pengaruh korporasi dalam
sistem demokrasi ini membuat kebijakan negara demokrasi lebih cenderung
memihak kepada pemilik modal, korporasi, baik lokal maupun
internasional.Lahirlah berbagai UU dan kebijakan yang menguntungkan
pemilik modal dan merugikan rakyat banyak di sisi yang lain. Alih-alih
memikirkan kesejahteraan masyarakat, para politisi sibuk memikirkan
kesejahteraan mereka sendiridan demi mempertahankan kekuasaan.
Seperti yang ditulis oleh Guardian,
tidak mengherankan kalau masyarakat partai politik, termasuk anggota
DPR, tidaklah sama sekali mencerminkan keinginan rakyat. Akibatnya,
banyak rakyat yang semakin apatis untuk berpartisipasi dalam Pemilu
demokratis.Dalam kasus Pilkada DKI 2012, warga yang tidak menggunakan
hak meningkat 40% dibandingkan tahun sebelumnya. Di beberapa tempat hal
yang sama juga terjadi, angka golput sangat tinggi, bahkan menjadi
‘pemenang’.
Walhasil, inilah saatnya kaum
Muslim mencampakkan sistem demokrasi; tidak cukup sekadar tidak
berpartisipasi dalam Pemilu yang curang, korup dan menghasilkan rezim
korup. Diam saja tentu tidak akan membawa perubahan. Kita harus
melakukan aksi nyata dengan memperjuangkan tegaknya Khilafah yang akan
menerapkan syariah Islam dalam segala aspek kehidupan kita.
Era demokrasi akan segera berakhir
dalam waktu dekat ini. Yang gigih mempertahankannya akan gigit jari.
Sistem ini telah gagal mewakili keingingan masyarakat yang luhur.
Demokrasi sukses mensejahterakan segelintir orang, namun gagal
mensejahterakan masyarakat secara keseluruhan. Demokrasi di berbagai
negara juga menjadi sumber konflik yang berdarah-darah. Atas nama
demokrasi negara-negara Barat juga membunuh kaum Muslim di Irak dan
Afganistan. Belum lagi standar ganda yang nyata dalam demokrasi.
Demokrasi hanya digunakanuntuk kepentingan Barat. Barat justru kerap
melanggar prinsip mereka sendiri kalau berkaitan dengan umat Islam.
Saat yang tepat bagi seluruh dunia
Muslim sekarang adalah Khilafah. Dari Tunisia hingga Indonesia, dari
Suriah hingga Bangladesh, rakyat menuntut Khilafah. Sekaranglah saat
yang tepat bagi para perwira yang tulus dalam angkatan bersenjata untuk
terlibat dalam pekerjaan yang serius ini dengan memberikan nushrah
(dukungan)bagi Hizbut Tahrir untuk mendirikan Khilafah sehingga
permintaan umat secara praktis dapat diwujudkan.
Bulan ramadhan yang penuh barakah
ini merupakan saat yang tepat untuk meningkatkan kesunguh-sungguhan kita
untuk memperjuangkan sistem Khilafah. Rasulullah saw., para Sahabat dan
generasi yang dimuliakan oleh Allah SWT dengan Islam telah mencontohkan
mengisi bulan Ramadhan dengan perjuangan. PerangBadar, persiapan Perang
Khandaq, Penaklukan Makkah, terjadi pada bulan Ramadhan.
Demikian juga kemenangan Thariq
bin Ziyad di Andalusia, kemenangan besar dalam Perang Salib di bawah
Panglima Shalahuddin al-Ayyubi, kemenangan di Ain Jalut saat Saifudin
Qutuz menghancurkan tentara Tartar; semua terjadi di bulan Ramadhan.
Sekarang, giliran kita mempersembahkan hal yang terbaik untuk umat ini,
yaitu tegaknya Khilafah; memenuhi kewajiban syar’i serta
menyongsongkan janji Allah dan Rasul-Nya. Allahu Akbar![Farid
Wadjdi]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar