Pages

Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki. Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi. Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baik perlakuan, ia belajar keadilan. Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang & persahabatan, ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan

Kamis, 12 Juni 2008

Saatnya Menjadi Orang “Aneh”

angkat royaSore tadi, selepas shalat Ashar yang menyejukkan, aku halaqoh (ngaji) kitab Min Muqowwimat an-Nafisiyah al-Islamiyah, dalam bahasa Indonesianya kitab ini dapat berarti “Pilar-Pilar Pengokoh Nafsiyah Islamiyah”. Jujur, kitab ini jika dibaca sendiri saja bisa membuat mata menitikkan air mata, apalagi jika dibimbing oleh seorang Musyrif (pembimbing). Dan Musyrif ku telah dengan elegan menerangkan paragraf demi paragraf. Ada beberapa kalimat yang membuatku terenyuh. Beliau kurang lebih bilang kayak gini :


“Antum itu orang Aneh, mau-maunya, sore-sore waktunya istirahat, sejuk begini waktunya nyantai-nyantai, ehh.. malah capek-capek kesini untuk halaqoh.”

Aneh. Kami semua tahu, kata-kata itu bukan bermaksud untuk menjelek-jelekkan kami atau memarahi kami. Tapi kata-kata itu hanya untuk menyegarkan suasana. Kenapa? Karena kalau mau aneh-anehan, yang paling aneh itu justru beliau sendiri, udah dateng jauh-jauh cuman untuk ketemu sama kita-kita yang culun ini, trus ngisi halaqoh lagi, nggak dibayar lagi. Halaqohnya itupun gak sebulan sekali atau seminggu kali, tapi dua kali tiap minggu, ya, dua kali tiap minggu. Belum lagi kunjungan-kunjungan beliau yang rutin setiap minggu ke kos-kosan kami. SubhanaLlah.. Benar-benar “aneh” musyrifku ini. Kok mau-maunya gitu lho..

“Al-Quran, itulah yang menggerakkan kita untuk capek-capek kesini, yang menggerakkan kita untuk terus bergelut di jalan dakwah. Al-Quran-lah yang telah menuntun kita untuk melakukan kerja sebagaimana kerjanya para Nabi, mengemban dakwah.”

Ya, memang bab yang dibahas waktu itu adalah “Memelihara al-Quran”. Dan beliau menceritakan bagaimana para sahabat yang mulia memelihara al-Quran. Para sahabat RasulaLlah shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu membasahi lisannya dengan al-Quran, membacanya dengan sungguh-sungguh, menelaah ayat-ayatnya, mengamalkan isinya dan mendakwahkannya, hingga jari-jemarinya pun menjadi saksi, seolah-olah mereka seperti al-Quran yang berjalan. Jiwa merekapun tergetar oleh ayat-ayat adzab, dan hati mereka pun menjadi senang karena ayat-ayat rahmat. Air mata mereka bercucuran karena tunduk terhadap kemukjizatan dan keagungannya, serta patuh terhadap hukum-hukum dan hikmahnya.

Sesuatu yang paling berharga bagi kaum Muslim umumnya, dan para pengemban dakwah khususnya, adalah bahwa hendaknya al-Quran senantiasa menjadi penyiram hati mereka, dan teman setia yang mengiringi setiap langkah mereka. Karena al-Quran akan membimbing mereka untuk meraih semua kebaikan, dan mengangkat kedudukan mereka lebih tinggi dan lebih tinggi lagi. Mereka harus senantiasa memeliharanya di tengah malam dan penghujung siang, dengan membaca, menghafal dan mengamalkannya, sehingga mereka akan menjadi sebaik-baik generasi khalaf, mewarisi generasi salaf yang terbaik.

Begitulah isi paragraf ketiga dari kitab yang sedang kami bahas bab Memelihara al-Quran.

Kita semua tahu, saat ini, al-Quran ditempatkan di hati-hati kaum muslimin tidak pada tempatnya. Kaum Muslimin saat ini cenderung hanya menempatkan al-Quran dalam lemari-lemari mereka yang rapat tertutup debu, sehingga hati merekapun tertutupi dari hidayah yang ditunjukkan oleh al-Quran. Mereka tahu bahwa kitab mereka itu al-Quran, tetapi mereka tidak meyakini kebenaran al-Quran, terbukti, dalam hati mereka masih ada rasa keberatan jika al-Quran memerintahkan mereka untuk berjihad, jika al-Quran memerintahkan mereka untuk menegakkan hukum qishosh, jika al-Quran memerintahkan mereka untuk menutup aurat, memakai jilbab dan mengenakan kerudung secara sempurna. Jiwa mereka terbawa arus dunia yang begitu kencangnya menerpa, hingga mereka tak mampu melawannya. Hanya orang-orang yang “aneh” sajalah yang bisa melawannya.

Ya, orang-orang yang “aneh”, orang-orang yang menghabiskan waktu mereka di jalan dakwah, orang-orang yang memeras tenaga dan jiwa mereka untuk menerapkan al-Quran, yang tega menghabiskan kapasitas memori otaknya untuk memikirkan keterpurukan umat, menyeru umat menuju jalan yang Haq, dan menjauhkan mereka dari jalan yang bathil.

Inilah orang-orang yang sebagian besar masyarakat saat ini menyebutnya sebagai orang-orang “aneh”, orang-orang yang tidak silau dengan gemerlapnya uang, berlimpahnya harta benda, tingginya jabatan, atau banyaknya gelar. Mereka inilah orang-orang yang dalam hati mereka terkatakan, “Hanya Ridho dan pahala dari Allah-lah yang kami harapkan, karena Dialah penguasa hari dimana kami akan hidup abadi selamanya, ya, selamanya, abadi”

Huuuuhhhhh……. BismiLlahirrohmaanirrohiim, kini saatnya bagi diriku, untuk menjadi orang “aneh”, Ya Allah.. ridhoi lah.. AlhamduliLlah..

“Akan datang suatu kaum kepada Allah pada hari kiamat nanti. Cahaya mereka bagaikan cahaya matahari.

Abu Bakar berkata, “Apakah mereka itu kami wahai RasuluLlah?”

RasuluLlah bersabda, “Bukan, tapi kalian mempunyai banyak kebaikan. Mereka adalah orang-orang fakir yang berhijrah. Mereka berkumpul dari berbagai penjuru bumi.”

Kemudian beliau bersabda, “Kebahagiaan bagi orang-orang yang terasing, kebahagiaan bagi orang-orang yang terasing.”

Ditanyakan kepada beliau, “Siapakah orang-orang terasing itu?”

Beliau SAW bersabda, “Mereka adalah orang-orang shalih, yang jumlahnya sedikit diantara manusia yang buruk. Orang yang menentang mereka lebih banyak dari pada orang yang menaatinya.”

(HR Ahmad dan ath-Thabraani dari Abdullah bin Amru, ia berkata: Pada suatu hari saat matahari terbit aku berda di dekat Rasulullah SAW., lalu beliau SAW bersabda (yang artinya): [seperti hadits diatas]… al-Haitsami berkata hadits ini dalam al-Kabir mempunyai banyak sanad. Para perawinya shahih).

Tidak ada komentar:

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...